Big Fish in a Small Pond Effect

By October 15, 2018 , , ,



Credit: google
Mana yang lebih baik: bekerja di perusahaan prestisius dan dikelilingi oleh orang-orang berbakat, atau di perusahaan yang lebih kecil, di mana kamu bisa menjadi pegawai terbaik di antara orang-orang yang biasa saja?
Sepak bola ternyata merupakan lingkungan yang ideal untuk menguji teori ini.
"Kami percaya bahwa sepak bola adalah laboratorium yang sempurna untuk menjawab banyak pertanyaan terkait karier karena kami dapat mengamati perjalanan karier setiap pemain, kata Jie Gong di Universitas Nasional Singapura, yang baru-baru ini melakukan studi tentang efek Ikan-Besar-di-Kolam-Kecil [Big-Fish-Small-Pond effect] di Liga Inggris.
#Efek peringkat
Efek Ikan-Besar-di-Kolam-Kecil lahir dari pengamatan terhadap ujian masuk sekolah, di mana anak-anak seringkali ditempatkan di sekolah atau tempat yang berbeda berdasarkan kemampuan mereka.
Kamu mungkin berpikir kalau masuk ke sekolah unggulan akan mendorong anak-anak yang lebih pintar untuk lebih serius belajar.
Sayangnya, manusia adalah makhluk pencemburu dan punya kebiasaan buruk membanding-bandingkan kemampuannya dengan orang yang ada di sekitarnya.
Ini berarti bahwa seorang anak di "kelas unggulan" [si ikan kecil di kolam yang besar] seringkali merasa kurang percaya diri akan potensi akademiknya, dibandingkan anak lain dengan tingkat kemampuan sama yang tidak dikelilingi oleh siswa berprestasi.
Bukannya menjadi lebih semangat, penelitian menunjukkan bahwa belajar di sekolah prestisius malah bisa membuat kamu merasa lebih bodoh, menguras motivasi kamu, dan mengurangi peluang kamu untuk sukses.
Penulis Malcolm Gladwell mempopulerkan riset ini dalam bukunya, David and Goliath, tapi baru belakangan ini para ilmuwan mendapatkan bukti kuat untuk konsekuensi jangka panjang dari teori tersebut.
"Riset sebelumnya tidak mengamati pilihan karier seseorang," kata Benjamin Elsner di Universitas College Dublin, Irlandia.
Terinspirasi oleh buku Gladwell, Elsner kini berusaha mengisi celah dalam pemahaman kita akan fenomena ini.
Ia telah menunjukkan bahwa peringkat seorang siswa di SMA, dibandingkan dengan siswa lain di sekolah yang sama, memprediksi keputusan mereka untuk melanjutkan pendidikan dan masuk universitas serta ekspektasi karier di masa depan, bahkan jika tingkat kepintaran mereka sama.
Jadi bayangkan seperti ini: ada dua anak, keduanya sama pintarnya. Anak pertama tampaknya relatif medioker di sekolah yang lebih kompetitif dan unggulan, sedangkan yang kedua mendapat nilai di atas rata-rata di sekolah biasa saja yang tidak begitu kompetitif.
Riset Elsner menunjukkan bahwa anak kedua lebih mungkin melanjutkan pendidikan, sesuai prediksi efek Ikan-Besar-di-Kolam-Kecil.
"Jika seseorang berada di peringkat lebih kecil, mereka merasa karier akademik mereka tidak akan ke mana-mana, dan mungkin akan memilih untuk tidak melanjutkan studi ke universitas." tulis Elsner.

Hal ini juga bisa dirasakan di aktivitas ekstrakulikuler anak: penelitian Elsner mengungkap bahwa siswa di peringkat rendah lebih mungkin untuk merokok, minum minuman keras, dan berhubungan seks, serta berteman dengan sesama 'pemberontak' lainnya.

Sementara di kelas lainnya dengan lebih sedikit kompetisi, siswa dengan tingkat kemampuan yang sama berpeluang lebih kecil untuk melakukan aktivitas berisiko tinggi seperti itu.
#Jagoan kampung
Studi di Amerika dan Kanada terhadap 2.240 atlet hoki, basket, baseball, dan golf menganalisis di mana mereka lahir dan tumbuh dewasa.
Peneliti menemukan bahwa para pemain profesional cenderung mengawali karier sebagai 'jagoan kampung', berasal dari kota-kota yang relatif kecil - di tempat mereka punya kesempatan lebih baik untuk naik ke puncak liga yang lebih kecil - ketimbang kota-kota besar di mana persaingan lebih berat.
Sekitar setengah dari populasi AS berasal dari kota dengan populasi kurang dari 500.000 orang, namun demikian para peneliti mendapati bahwa kota-kota ini memunculkan 87% pemain hoki nasional, dengan angka yang kira-kira sama untuk pemain baseball dan golf.
Sementara untuk pemain basket sendiri, angkanya masih lebih imbang, tapi tak begitu banyak juga: secara keseluruhan, 71% pemain NBA berasal dari kota-kota kecil.
Ada juga bukti bahwa pemain tenis dan sepakbola kelas dunia cenderung datang dari wilayah dengan populasi lebih kecil. Contohnya, Rafael Nadal yang berasal dari Manacor - kota dengan jumlah warga kurang dari 40.000 penduduk. Atau Neymar da Silva yang berasal dari Mogi das Cruzes, sebuah kota kecil di wilayah selatan Brazil.
Banyak faktor bisa turut menjelaskan kenapa kota kecil begitu efektif dalam membesarkan bakat.
Mungkin kota kecil memiliki lebih banyak area tempat anak-anak dapat bermain dengan aman, dibandingkan kota besar dengan tingkat kejahatan yang lebih tinggi.
Tapi setidaknya sebagian keuntungan itu bisa berasal dari efek Ikan-Besar-di-Kolam-Kecil, ditambah kesempatan lebih baik yang mereka dapatkan karena mengawali karier sebagai pemain top di liga yang lebih kecil.

#Manfaat degradasi

Bukti paling menarik tentang efek ini dalam olahraga berasal dari studi Jie Gong terhadap sepak bola Inggris.
Studi tersebut membandingkan tim yang berada di dasar klasemen Liga Primer, dengan tim yang didegradasi ke Divisi Satu - melambangkan perpindahan paksa dari kolam besar ke kolam kecil.
Secara intuitif, kita mungkin berpikir bahwa degradasi akan mencederai kepercayaan diri dan reputasi para pemain - sama seperti kegagalan dalam tes yang bisa mematahkan semangat anak-anak dalam pencapaian akademiknya. Tapi bukan ini yang ditemukan Gong.
Degradasi dapat membuat klub kehilangan beberapa pemain terhebat dan termahalnya, namun sisa pemain di klub tersebut cenderung mendapatkan 12% lebih banyak waktu bermain, yang memberi mereka lebih banyak kesempatan untuk melatih kemampuan mereka.
"Sebelumnya, mereka hanya duduk-duduk di bangku cadangan, tapi sekarang mereka bisa benar-benar bermain di posisi yang penting," kata Gong.
Dan tambahan pengalaman ini berbuah manfaat jangka panjang bagi karier mereka. "Lima sampai tujuh tahun setelah degradasi, mereka bermain di klub yang lebih baik dan digaji lebih besar."
Gong menekankan bahwa keuntungan ini sebagian besar dialami para pemain muda [usia 18-24].

"Jika mereka lebih dewasa, lebih mapan, mereka tidak merasakan manfaat ini dari degradasi - meski mereka juga tidak dirugikan, menurut pengamatan kami."
Ia menyebut Andy Carroll, yang memulai karier sebagai penyerang untuk Newcastle United pada 2006, sebagai contohnya. "Awalnya, ia adalah pemain pengganti - lebih sering duduk di bangku cadangan. Kemudian klubnya didegradasi pada tahun 2009, selang setahun kemudian pada musim 2010, Newcastle berhasil promosi ke liga primer Inggris kembali dengan menjadi juara di divisi Championship, dan Carroll, menjadi top skorer klub dengan 19 gol. 
Pada 2011, ia pindah ke Liverpool dengan kontrak senilai £35 juta [sekitar Rp600 miliar], menjadikannya pemain sepak bola termahal saat itu.
Andy Carroll shows how the Big-Fish-Little-Pond effect works. Credit: google

#Pengalaman
Sayangnya, sangatlah sulit untuk melacak kehidupan kerja kebanyakan orang dengan detail seperti Andy Carroll barusan, yang berarti kita tidak punya banyak bukti bahwa dinamika ini juga terjadi di bidang lain.
Tapi Gong percaya bahwa efek Ikan-Besar-di-Kolam-Kecil akan ditemukan di bidang pekerjaan lain, terutama sektor yang sangat kompetitif - misalnya hukum, pengacara, konsultan, atau tim marketing sekalipun- di mana kita harus terus-menerus bersaing dengan rekan demi mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi.
"Kami berpikir bahwa efek ini berlaku pada semua bidang di mana pengalaman sangatlah penting," ujarnya.
Seperti ditunjukkan Gong dengan studi terhadap para pemain Liga Inggris, efek Ikan-Besar-di-Kolam Kecil akan penting terutama jika kamu berada di awal karier.
Memang sih mendapatkan kesempatan magang di perusahaan bonafit akan terasa sangat membanggakan. Tapi dalam jangka panjang, kemampuan kamu akan terasah dengan baik ketika kamu memulainya di perusahaan yang kecil terlebih dulu. Ibaratnya nih, berenang di kolam yang dangkal dulu, baru deh berenang di laut.

Diadaptasi dari artikel BBC  Why it pays to be a big fish in a small pond.

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.