Cinta Kembali ke Asalnya

By January 17, 2014 , ,

Senin 9 desember 2013, 12:15 WIB


HP gue berdering menerima panggilan yang terlihat datangnya dari nomor fixed line yang gak gue kenal. “Ah, paling kartu kredit.” pikir gue yang mengira mungkin datangnya dari marketing yang ingin menawarkan kartu kredit.

“Ya, hallo…”

“Halo selamat siang. Apa betul dengan pak Said suami dari ibu Arina?”

“Hah?! Iya betul. Tapi saya bukan suaminya. Ada apa ya?” Jawab gue dengan nada setengah heran. Ah, paling orang reseh lagi ngerjain. Pikir gue dalem hati.

“Istri bapak, bu arina baru saja jadi korban kecelakaan kereta api. Bapak diminta untuk segera hadir ke RS Suyoto.”

“Hah? Emang ada kecelakaan? Ini siapa sih?” Jawab gue sedikit panik sambil mencubit tangan dan berharap yang barusan adalah mimpi.

Suara dari seberang telepon kemudian menjawab “Kejadiannya baru saja terjadi, pak. Kami dari pihak RS Suyoto. Lebih baik bapak langsung ke sini saja untuk menemui ibu arina.”

Kenapa gue yang dihubungi? Karena Arin cuma hafal satu nomor handphone di hidupnya, yaitu nomor gue. Seketika gue lompat dari tempat tidur, kebetulan pada saat itu ada nyokap dan adik gue. Mereka gue ajak untuk melihat apa benar Arina yang dimaksud adalah Arina pacar gue.

Dalam perjalanan, gue terus berdoa dan terus berharap bahwa gue masih di alam mimpi. Gue yang memang pada saat itu masih ‘tergeletak’ di atas kasur, belum tau sama sekali mengenai berita atau informasi mengenai tabrakan kereta tersebut.

“Astaghfirullah… Ya Allah… ini mimpi kan? Tolong bangunkan aku. Mimpi ini buruk sekali.” Gumam gue dalam hati seraya mengucapkan istighfar tanpa henti.

Setibanya di RS Suyoto, gue melihat sudah banyak orang yang menangis di depan UGD. Motor langsung gue taruh begitu saja, lalu gue berlari menuju ruangan UGD tersebut. Kondisinya sungguh membuat hati terenyuh, jantung seolah berhenti, kaki terasa sangat lemas, lidah tak mampu berucap, seketika mata gue berkaca-kaca melihat begitu banyaknya korban yang teriak dan merintih kesakitan. Gue masih berharap ini semua adalah mimpi.

“Maaf, mas. Apa mas keluarga korban?” tiba-tiba ada suara yang menyapa dari belakang gue. Gue yang sedang mencari keberadaan Arin di tengah hiruk-pikuk suasana pada saat itu spontan menjawab.

“Iya, pak. Atas nama Arina Meylanda.”

“Oh Arina… Ayo mas ikut saya.”

Gue berjalan melewati korban satu per satu. Mata gue terperanjat ketika dari kejauhan gue melihat salah seorang korban menggunakan baju yang sudah tak asing lagi bagi gue. Iya, baju itu milik Arin. Gue langsung lari menghampirinya. Dan, Ya Allah… :'(

Itu memang Arin, sedang terkapar dengan luka bakar di sekujur tubuhnya dan dengan napas yang terengah-engah. Badan gue mendadak serasa tak mempunyai tulang. Lemas. Seakan tak percaya apa yang baru saja gue lihat. Melihat orang yang kita sayang sedang berjuang melawan penderitaan. Air mata mengalir begitu saja.

“Mas, ini lebih baik dibawa ke fatmawati aja soalnya di sini udah overload dan supaya dapet penanganan lebih intensif lagi. Ambulance kita udah siap.”

“Ya udah, pak. Langsung dibawa aja.”

Sesampainya di sana, rumah sakit sudah ramai dengan berbagai wartawan dari berbagai media, gue melihat papan tulis tentang daftar korban yang dirawat di fatmawati. Setelah memastikan ruangan UGD tempat ia dirawat, gue langsung lari menuju ke ruangannya. It was totally indescribable. Everybody was screaming painfully. Gue hampiri Arin dengan langkah gontai, melihatnya kemudian menyapanya. Ia langsung menatap gue dengan tatapan lirih.

“Yaannng, panas bangettt yaannggg… Api dunia panas banget gimana api akhirat yannggg. Akuu gak kuaattt, Ya Allah.” 

Gue gak bisa berkata apa-apa, hanya mampu menyuruhnya untuk terus mengucapkan istighfar. Air mata gue kembali mengalir.

“Yaaang, Alhamdulillah aku masih dikasih kesempatan hidup kedua sama Allah. Aku udah bersyukur banget, waktu di kereta aku berdoa sama Allah untuk dikasih kesempatan kedua supaya aku bisa bahagiain keluarga aku, nguliahin adek, aku rela kaki aku diamputasi.”

“Heh, kamu apaan sih ngomong begitu! Sekarang yang penting kamu banyak berdoa sama istighfar aja ya. Kamu lagi dikasih ujian sama Allah. Yang sabar ya. Aku tau pasti sakit banget.”

“Yaaannggg, aku berharap ini semua cuma mimpi. Aku gak kuat. Aku mau bangun dari mimpi buruk ini.”

“Arin sayaanngg, ini bukan mimpi. Kita harus hadapi. Meskipun berat, tapi semua pasti berlalu.”

Beberapa minggu sebelum kejadian, ia membuat daftar resolusi apa yang ingin ia capai di tahun 2014. Membeli rumah seharga 300 juta atau lebih dari itu, membiayai kuliah adiknya, dan juga meneruskan kuliahnya. Dengan percaya diri ia menunjukkan ketiga daftar resolusi yang ia tulis di handphone ke gue.

“Yang, pokoknya tahun depan ketiga ini harus tercapai. Semoga Allah ngasih jalan ya. Termasuk buat kita juga. Semoga semuanya dimudahkan ya.”

“Iyaa, amiinnn. Keren juga wish-list kamu. Aku mah planning tahun depan cuma lanjut kuliah S2 aja. Sama mudah-mudahan aplikasi beasiswa di amrik diterima.”

Gue sebagai lelaki yang notabene lebih tua dan lebih lama hidup dari dia aja gak berani bikin resolusi ‘seberani’ itu. Salut sekaligus malu sebenarnya. Malu karena kadang buat bermimpi aja gue gak berani. Hal yang bikin gue merasa ia mampu mengajari gue banyak hal. Tidak secara langsung, namun dari sikap, kepribadian, semangat, pandangan, kemuliaan hatinya yang berbicara, tidak hanya di mulut saja. Daripada berbicara, lebih baik memberi contoh. Ya kan?

4 minggu setelah perawatan, seorang perawat berkata kepada kami yang tengah asyik membicarakan hal-hal ringan dengan sedikit bercanda.

“Mbak Arin, dengan masuknya obat ini, saya nyatakan satu buah mobil kijang innova terbaru sudah ada di dalam tubuh mbak Arin.”
 
“Hah? Masya Allah. Emang berapa harganya, mas?” Tanya Arin.

“Sekitar 300 jutaan.”

“Subhanallah. Salah satu keinginan aku terwujud, yang.” Ujarnya dengan wajah sumringah sambil mengalihkan wajahnya ke arah gue. Gue heran, keinginan dia yang mana yang terwujud.

“Maksudnya gimana? Keinginan apa?”

“Iya kamu inget wish-list aku yang aku tunjukkin ke kamu waktu itu? Aku pengen beli rumah yang seharga minimal 300 jutaan buat kita nanti. Tapi Allah ngasihnya dalam bentuk lain. Dalam bentuk biaya pengobatan ini. Malah bisa lebih kan? Kata dokter paling enggak aku di sini 2 bulanan lagi. Gak apa lah, aku tetep bersyukur.”

“Iya, yang. Kamu bener.” Saat itu ingin rasanya gue nangis mendengar ucapannya. Dalam keadaan seperti itu ia mampu berpikir positif dan selalu berbaik sangka. Gue hanya mampu berucap di dalam hati bahwa wanita yang ada di depan gue ini adalah salah satu ciptaan terbaik yang pernah gue temui. Gue bakal menyesal seumur hidup kalau sampai melepasnya.

Iya impian kamu terwujud 😊

Hari silih berganti, beranjak ke tahun. Iya, tahun baru 2014. Masih jernih dalam pikiran gue bagaimana dulu kita merayakan tahun baru secara sederhana, melihat kembang api dan ngobrol tak tentu arah layaknya orang yang tengah PDKT hingga hampir menjelang pagi. Dia menyebutnya time-wrapped. 20 hari setelahnya, gue jadi kekasih pertamanya. Senang rasanya. Namun kini, 2 tahun kemudian gue harus menemani dia merayakan tahun baru sambil terbaring di rumah sakit. Sesungguhnya segala rahasia kehidupan hanyalah milik Allah SWT.

… ...

Rabu, 15 januari 2014, 11:10 WIB.

5 hari lagi merupakan hari jadi kita yang kedua. Mungkin memang tak selama hubungan antara Christian Sugiono dengan Titi Kamal, namun dengan waktu selama kurang lebih 2 tahun, ia memberikanku sekaligus mengajariku berbagai macam hal yang luar biasa. Tidak melulu yang tua yang selalu menjadi bijak, terkadang jika khilaf, ia sanggup memberikanku nasihat dan masukan positif. Salah satu kemampuannya yang aku acungi jempol.

Allah berkehendak lain. Pada tanggal tersebut kamu pergi untuk selamanya, meninggalkan kita semua orang-orang yang menyayangimu karena indahnya kepribadianmu, namun sesungguhnya kamu adalah milik Allah, jika sang pemilik ingin mengambilnya, kita tidak bisa berbuat apa-apa selain mendo’akanmu. Allah memberikanmu kesempatan beberapa waktu untuk menunjukkan kepada kita semua betapa hebatnya dirimu. Dalam keadaan sakit parah pun kamu masih memikirkan orang lain. Kamu meminta aku untuk mendatangi dan menyantuni anak yatim, kamu memberikan contoh bagaimana caranya agar aku dan keluarga besar kamu menerapkan sabar dan ikhlas, kamu menunjukkan aku betapa banyaknya temanmu yang tak pernah habis menjengukmu selama kamu berada di rumah sakit, mendekatkan aku dengan seluruh keluarga besarmu hingga membentuk jalinan tali silaturahim baru. Hal tersebut sekaligus menjadi sedikit hikmah yang ditunjukkan oleh-NYA. 
Subhanallah.

Kita merencanakan banyak hal, namun pada akhirnya Allah jua lah yang menentukan. Aku masih ingat betul bagaimana kamu mengajak aku untuk mengunjungi kampung halamanmu, Palembang. Dan kelak suatu saat nanti kita akan menikah di sana. Aku mengiyakan. Jika ada kesempatan, pasti kita akan ke sana. Dan lagi, Allah mengabulkan keinginan kamu itu. Aku mengantarkanmu pulang ke kampung halamanmu. Akhirnya aku ke Palembang juga ya. 😊

Kini kamu tidak perlu khawatir lagi mengenai biaya kuliah adik kamu. Dengan uang santunan yang mereka berikan, adik kamu bisa kuliah di mana saja hingga ia lulus kelak. Kamu bisa istirahat dengan tenang, yaang. Dan lagi, Allah mengabulkan cita-cita mulia kamu. 

Berat sekali rasanya melihatmu dibungkus kain kafan. Aku men-sholati kamu, memapah peti kamu, melihatmu ditempatkan di tempat peristirahatan terakhirmu, hingga menaburi bunga di atas kuburmu. Hati ini seperti teriris perih. Dada sesak hingga tak ada kata yang mampu terucap, hanya air mata yang sanggup mewakili semuanya. Namun aku tetap harus ikhlas. Ini merupakan sudah kehendak dan takdir Allah. Kita tidak akan pernah bertemu lagi, kini aku hanya berharap aku bisa menemuimu di mimpiku. Ketika terbangun, yang bisa aku lakukan hanya mendoakanmu. Ternyata kita tidak berjodoh, aku hanya bisa menjadi cinta pertama dan terakhirmu. Dunia kita kini sudah berbeda.

Selamat jalan Arin. Semoga Allah mengampuni segala dosa, salah, dan khilaf yang pernah kamu perbuat selama di dunia. Semoga Allah melapangkan kuburmu dan menjauhkanmu dari siksa kubur. Amiinnn. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Allahhummaghfir lahaa warhamha wa'aafiha wa'fu anha. 😢

🍂

You Might Also Like

4 comments

  1. Selamat beristirahat. Sahabat terbaik. :')

    ReplyDelete
  2. Baru kali ini gue bc kisah sepasang kekasih yg inspiratif. Ternyata inspirasi mimpi itu ga perlu jauh2 d belitong laskar pelangi. Tp ada dlm kisah sahabat gue....

    ReplyDelete
  3. Menyentuh bgd. Kaget denger berita tentang arina.. Semoga Arina mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah SWT. Aamiin

    ReplyDelete

Kindly give me your thoughts. Thank you.