Pertanyaan yang un-jawab-able

By May 09, 2012 ,


Selama hidup kurang lebih 17 tahun, ada berbagai macam pertanyaan yang pernah gue lontarkan baik penting, maupun gak penting abis. Iya, umur gue sekarang memang 22 tahun, tapi baru bisa mencerna sebuah pertanyaan literally dengan baik ketika berumur 5 tahunan. Pertanyaan pertama yang tak akan pernah gue lupakan saat itu…
“Kamu anak siapa? Mamahnya mana?”

Iya, waktu ilang di ragunan… *sigh*

Tidak hanya mendapat pertanyaan, gue pun sering memberikan pertanyaan kepada siapapun orang yang gue suka dan orang yang gue mau.
Pertanyaan standard dan kadang gak penting (juga) seperti “Toilet mana toilet?”, “Makan bareng yuk?”, “Jalan bareng yuk? Tapi gue nuntun lo ya?”, “Udin, could you please translate the sentences?”, sampai “Lo mau gak jadi pacar gue?” udah sering keluar dari mulut gue, kecuali pertanyaan yang terakhir. Gue sih biasanya ditembak. JEGERRR!!! MATI!

Ada sebuah pepatah lama yang mengatakan bahwa: Seorang manusia dapat dikatakan cerdas apabila dapat memberikan pertanyaan yang un-jawab-able. Namun, yang lebih cerdas lagi adalah orang yang bisa menjawab pertanyaan yang memang tidak ada jawabannya, dan tidak dimaksudkan untuk dijawab. Hanya perlu dipikirkan dan direnungkan.

Emang ada yang kayak gitu? Gak tau. Ungkapan seorang pakar, kah? Bukan, itu karangan gue sendiri, betul atau tidak terserah kalian. Bingung? Sama!

Pertanyaan lain yang sering gue terima, dan trending topic di Indonesia, terutama ketika sedang in relationship with- adalah “Kamu lagi dimana? Ngapain? Sama siapa? Udah makan? Udah mandi? Mau dimandiin?”.

Iya, pertanyaan macam itu menurut gue sulit untuk dijawab. Sulit dengan males memang beda tipis. Nyokap gue aja bisa lebih kreatif kalo nanya.
Untuk pertanyaan macam itu, dan dengan kondisi mood jelek, biasanya gue jawab “Sama kayak tadi. Thanks for being reminder.” lalu gue kasih emot smile biar gak ada salah paham.

Sebagai seorang tenaga pengajar, memberikan pertanyaan sudah menjadi hal yang lumrah. Pertanyaan macam apapun itu, pasti akan dijawab atau terjawab. Jika tidak ada yang menjawab, gue sendiri yang menjawab pada akhirnya. Karena gue, tidak akan pernah memberikan sebuah pertanyaan yang un-jawab-able baik kepada mahasiswa maupun orang lain.

Hal demikian juga berlaku bagi manusia dengan kehidupannya di luar sana


Sebagai manusia, dan sedang mempunyai pacar, adalah hal yang lumrah pula untuk bertanya kepada pasangan mengenai apa kelebihan, kekurangan, dan hal apa yang dia suka dari kita. You did that too as ever, right?

Gue suka bertanya…

“Emang yang kamu suka dari aku apa sih? Aku kan gak ganteng kayak artis korea, dan gak perhatian juga kayak yang kamu bilang. Malah lebih banyak kekurangannya daripada kelebihannya.”

Pertanyaan yang menurut gue mudah untuk dijawab kalo gue dikasih pertanyaan yang sama, dengan catatan ‘Ganteng’ di situ harus diganti ‘Cantik’ lebih dulu. Tapi mungkin tidak untuk sebagian orang.

Analogi simpelnya gini...
Bayangin aja kalo suatu hari kalian berada di dealer mobil, pengen beli mobil tapi gak tau apa kelebihan mobil tersebut, yang kalian tau hanya merk, model yang unik, serta kekurangan, kekurangan, dan kekurangan.
Mobil tersebut boros, harga jual kembalinya murah, service center-nya masih jarang ditemui, dll. Apa masih mau beli mobil itu meski suka modelnya (thok)? Apa pada akhirnya kalian  tetep beli mobil tersebut dan akan mencoba untuk suka sama kekurangan mobil itu? Kalo gue sih enggak.

Well, I think that kind of questions are never meant to be answered. Mostly, it ended up sad.



You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.