Pengen jadi dokter kayak susan

By April 01, 2012



“Susan... Susan… Susan… kalo gede mau jadi apa?”

“Aku mau jadi dokter! Biar bisa nyuntik orang. enjus... enjus… enjus!”

Sayangnya susan tidak sadar bahwa dirinya hanyalah seonggok boneka yang harus digrepe-grepe dari belakang dulu baru bisa ngomong. Boneka macam itu mana bisa jadi dokter. Dokter macam apa yang digrepe baru ngomong? Mungkin, bukan cuma susan saja yang mau menjadi dokter, tapi juga jutaan anak Indonesia yang masih SD yang tidak tahu kalo sekolah kedokteran itu mahal. Berapa banyak anak Indonesia yang sedari dulu telah bercita-cita menjadi seorang dokter, namun kecewa dan menguburnya dalam-dalam karena mengetahui uang menjadi faktor penghambat cita-cita mereka? Ini bukan masalah kemauan, tapi kemaluan. Yang ada di benak anak kecil dengan menjadi seorang dokter cuma satu: Nyuntik orang itu keren! Gak lebih. Titik. Termasuk gue. 

Gue dulu sempet mikir kalo ditanya --- Iya, gue udah bisa mikir sejak dulu --- gue nanti udah gede mau jadi apa. Mendengar pertanyaan macam itu baik dari guru maupun teman, biasanya sih gue hening sejenak, dan… bengong.


Gue mau bilang kalo gue mau jadi Insinyur, tapi gue gak tau Insinyur itu kerjanya ngapain aja. Gue mau bilang kalo gue mau jadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama, takut dikatain sotoy. Bahkan, untuk sekedar berimajinasi dan bilang kalo gue mau jadi dokter kandungan aja gak pernah berani. Huftt.

Iya gue udah bisa mikir, tapi gue chicken. Gue kalah sama Susan. Opsi terakhir, gue cuma berani bilang asal kalo gue mau jadi karyawan. Itupun setelah melewati fase keheningan dan kebengongan yang cukup lama.

Sungguh. Cita-cita yang luhur. Anak kecil mana yang pengen jadi karyawan? Monyet mana yang tak sedih ketika induknya makan pisang sendirian?
Ah, mengapa aku dulu seperti itu.

Bagi seorang anak kecil yang tidak tau apa-apa, dan memang tidak tau apa-apa, program pencucian otak yang dilakukan guru TK atau SD yang sedari dulu selalu memperkenalkan dengan gambar-gambar pekerjaan kece semacam Dokter, Insinyur, Guru, Polisi, dll., membuat setiap anak pasti berfikir kalo pekerjaan yang layak di Negara ini cuma yang ada di gambar-gambar itu saja. Selain itu, haram! Atau mungkin Makruh. Jengkol kali ah makruh. Yah, itu sih kesan yang gue tangkep. Atau gue yang salah tangkep?

Ah, mengapa aku dulu seperti itu.

Bagaimana dengan debt collector? Mereka terlihat kuat dan sangar. Tukang sapu jalanan? Mereka menjaga kebersihan setiap saat. Penambang emas? Nyari emas. Tukang bubur ayam keliling? Jualan bubur keliling. Tukang ngelap kaca gedung? Bisa bikin kaca bersih.

Mengapa mereka tidak membuat gambar-gambar seperti itu? Apakah pekerjaan mereka kurang kece? Mengapa pula tidak ada anak kecil yang bercita-cita untuk menjadi seorang merbot musolah? Toh, itu adalah pekerjaan yang luhur dan berguna bagi agama.

Bagaimana dengan anak kecil nakal yang sering disumpahin “Kamu bisanya cuma nyusahin orang tua!”?

Orang tua tersebut sudah mengetahui seperti apa kemampuan anaknya, doi cuma bisa nyusahin orang tuanya saja. Pekerjaan apakah yang cocok bagi anak itu? Mungkinkah kelak ia bisa menemukan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan “nyusahin orang tua”? Akankah ada perusahaan yang menulis seperti ini?

“Dibutuhkan segera: Pria/Wanita, Usia minimal 22 tahun, Ahli dalam bidang nyusahin orang tua, gaji sesuai permintaan.”

Man, itu kalo ada perusahaan yang begitu, gue rela deh resign dari tempat gue kerja sekarang dan berhenti jadi seorang karyawan. :(

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.