Umroh ke Malang Part II

By February 28, 2012 ,

-->

... ... ...
Pertandingan berlangsung menarik sebagaimana biasanya partai berkelas. Namun sayang berakhir imbang 1-1. Tidak ada masalah selama pertandingan berlangsung. Masalah timbul ketika selesai pertandingan. Gue tidur di mana.
Sejatinya, pihak Aremania menyediakan tempat untuk bisa digunakan tidur di sekitar stadion yang terdapat ruko-ruko di dalamnya, tapi penuh.
Opsi kedua adalah menginap di sekretariat Arema yang berada di kota malang, namun jaraknya sangat jauh. Kalo gue jalan kaki pada saat itu mungkin gue bisa terkena radang tenggorokan. Kok bisa yah?
Dalam situasi galau tak menentu seperti itu, tiba-tiba gue dihampiri oleh seorang Aremanita yang naik motor. 
“Mas, mau kemana? Mau ikut sama aku aja? Tak anter ke mana saja deh.” mendadak ada yang menawar gue. Eh! Maksudnya dia menawarkan gue tumpangan ke tempat mana saja yang aku suka. ihiy!
“Gak tau, mbak. Pengennya sih ke sekretariat Arema yang di kota. Tapi jauh banget, ya?”
“Oh, iyo, yowis kebetulan, ayo tak anter ke sana. Kebetulan rumahku sekitar situ. Bareng aja.” Saat itu entah kenapa gak ada fikiran negative di otak gue sama sekali. Padahal bisa aja gue dibawa ke sawah dan diperkosa asal-asalan. Ah, yang gue tau semua Aremania itu baik-baik. Apalagi gue masih pake baju persija. Sedetik setelahnya, gue sambut tawaran itu dengan suka cita.
“Mas, kalo gak salah kereta ke Jakarta masih besok sore, toh? Terus mau ngapain di malang kalo gak jalan-jalan? Sayang-sayang.” Si embaknya membuka obrolan tengah malam di atas motor dengan kecepatan tinggi.
“Iya, mbak. Pengennya sih jalan-jalan. Tapi mau kemana. Saya kan gak tau daerah sini.”

“Tak ajak muter-muter kota malang malam ini mau gak? Stadion Gajayana atau Museum Brawijaya gitu? Deket kok dari sekretariat Arema.” Gue ditawar lagi. Tapi masa iya gue bakal diperkosa asal-asalan sih.
“oke deh, mbak!” gue menyetujui tawaran embaknya yang kemudian dinamakan Riri. Kapan lagi keliling kota malang malem-malem, gratis pula. Diperkosa atau enggak, urusan nanti.


Stadion Gajayana
ini apa ya? lupa

Tank
Stasiun kota yang tampak seperti ruko
Jadilah pada malam itu gue berkeliling kota malang diselimuti dinginnya udara setelah hujan. Pukul 12 malam WKM, dengan diantar Riri, gue tiba di sekretariat Arema yang berlokasi tepat di seberang stasiun kota malang. Gue, beberapa jakmania, dan 2 orang Aremania yang berasal dari Surabaya yang sudah membeli tiket konser Laruku seharga 900K di Jakarta nanti, ngobrol hingga pagi di samping stasiun sambil ngopi-ngopi.
Iya, pada akhirnya gak tidur juga. Riri juga ikut ngobrol-ngobrol sampai jam 2. Doi ini Aremanita sejati, katanya kalo gak nonton Arema di stadion, dosa! Nih, baru hooligan! *applaud*
Ngomong-ngomong, jam 4 shubuh di sana, stasiun udah banyak orang yang mengantre. Gue juga gak tau mau pada ngapain, di Jakarta sih jam segitu masih pada tidur.
Sekretariat Arema
Hari terakhir di kota malang, gue gak ngeluarin duit sepeser pun untuk makan. Seorang teman bahkan berkata “Anjrit, gue di malang makmur banget, nih! Makan gratis terus. Gak pernah laper. Tinggal di sini enak nih. Pake aja baju persija, makan gratis terus deh.”
Bener juga, sih. Dia berkata demikian bukan tanpa alasan. Rasa persaudaraan yang kental antara Jakmania dengan Aremania membuat satu sama lain saling menghargai dan menghormati. Seorang bapak penjual nasi bungkus dan kue-kue di sekitar stasiun yang memberikan kita makan siang gratis bilang “Saya dulu waktu nonton Arema di jakarta, jam 9 malam, kelaperan, ada Jakmania yang ngasih makan. Saya ngasih kalian nasi bungkus  ini harganya gak seberapa. ”
Mendengar pa’e bilang begitu, gue merinding seketika. Di jawa, yang demikian dinamakan ‘mbales’ katanya. Dan konon, hal itu yang membuat Jakmania dan Aremania akur karena saling ‘mbales’ kebaikan antara satu dengan yang lainnya. Beda warna, beda bahasa, tapi tetap satu jiwa.
-->
Dan malang, gue pasti ke sana lagi.
Si pa'e

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.