Apa itu Filantropi?

By February 23, 2021

 

 Filantropi berasal dari dua kata Yunani yaitu philos yang artinya cinta dan anthropos yang berarti manusia. Dengan begitu filantropi bermakna cinta pada sesama manusia dalam artian peduli pada kondisi manusia lainnya.


Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut survei lembaga amal Charities Aid Foundation (CAF) dalam laporan World Giving Index 2018. Hal ini tidak lepas dari budaya gotong royong, solidaritas, dan tradisi jimpitan yang hampir ada di semua daerah di Indonesia. Diperkuat dengan nilai-nilai yang mengajarkan  pentingnya beramal dan berbagi kepada sesama aksi filantropi tumbuh subur di Indonesia. Filantropi berasal dari dua kata Yunani yaitu philos yang artinya cinta dan anthropos yang berarti manusia. Dengan begitu filantropi bermakna cinta pada sesama manusia dalam artian peduli pada kondisi manusia lainnya. Aksi filantropi ini kemudian diwujudkan dengan perilaku dermawan dan kecintaan pada sesama. Tradisi filantropi ini sebetulnya sudah ada sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno ketika mereka menyumbangkan harta bendanya untuk perpustakaan dan pendidikan. Begitu pula di zaman Mesir Kuno yang mewakafkan tanahnya untuk dimanfaatkan para pemuka agama.

Filantropi Indonesia sendiri dibentuk untuk mendorong sejumlah lembaga filantropi di Indonesia meningkatkan kapasitas dan mendorong potensi filantropi yang diperkirakan mencapai Rp200 triliun. Hingga saat ini dana yang tergalang secara teroganisir masih minim.

Masih minimnya nilai kelolaan dana filantropi di Indonesia karena belum banyaknya dukungan dan kebijakan pemerintah untuk mendorong filantropi di Indonesia, termasuk insentif pajak yang dinilai masih kecil. Saat ini pemerintah masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang sudah sangat lama yaitu UU Penggalangan Uang dan Barang No 9 tahun 1961 sehingga sudah tidak sesuai konteks dan sangat menghambat proses penggalangan dana. Salah satunya aturan fundraising yang harus diperbaharui setiap 3 bulan sekali sehingga sangat merepotkan. Kemudian, aturan mengenai kategorisasi filantropi atau fund raising lokal, regional, dan nasional yang justru sangat membatasi di era digital saat ini. Kedua, aturan mengenai insentif pajak.

Di beberapa negara lain filantropi sangat berkembang karena insentif pajak yang cukup menarik seperti tax exception yaitu pengecualian pajak terhadap sumbangan sebagai objek pajak. Kemdian tax deduction, sumbangan sebagai pengurang penghasilam kena pajak. Jadi sumbangan yang diberikan tersebut, bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak, di negara luar sudah lazim. Di Indonesia sudah ada, tetapi masih terbatas pada zakat, itu pun tidak signifikan hasilnya karena terbatas pada lima bidang saja.

Selain itu, insentif pajak yang diberikan masih kecil yaitu hanya 5 persen, tidak signifikan sehingga tidak banyak orang yang mengklaim. Padahal di negara lain sudah diberlakukan sampai super deduction yaitu pemberian insentif pajak dalam jumlah besar hingga 200 persen, diberikan pada bidang-bidang yang dianggap penting tetapi belum banyak disumbangkan.


Sumber : Filantropi Indonesia

Kebijakan-kebijakan yang belum banyak mendukung tersebut menjadi salah satu penyebab filantropi di Indonesia belum berkembang cukup signifikan. Padahal, dari sisi potensi sangat besar, ditambah dengan sifat masyarakat Indonesia yang dermawan dan senang berbagi. Apalagi saat ini lembaga filantropi di Indonesia sudah berkembang cukup pesat dan profesional. Ditambah dengan munculnya tren filantropi digital yang membuat masyarakat semakin mudah untuk berbagi dengan sistem yang lebih transparan.

"Jika kebijakan-kebijakan dari pemerintah bisa didorong, tentu dana filantropi yang terkumpul dan terorganisir akan semakin besar dan meluas, sehingga berdampak pada pertumbuhan perekonomian bangsa." (Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia dikutip dari Bisnis.com.)

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.