Tempat itu Adalah Lampung

By April 28, 2017

Pantainya, lautnya, topografinya yang berbukit dan berlembah sungguh sangat mempesona, membelalak mata. Eyegasm.

21 April 2017, saya beserta 2 orang teman berangkat menuju ke Pelabuhan Merak dari Terminal Kampung Rambutan pada pukul 21:00. Ini adalah Open Trip kedua saya. Saya sih sebenarnya lebih suka ikutan sharing cost atau ajakan jalan gitu karena agak kapok ikutan Open Trip berdasarkan pengalaman sebelumnya yang sedikit dibikin emosi oleh Tour Leader amatiran yang rada mlengse otaknya.

Tapi coba kamu lihat kalender bulan April ini, Ya ampunnnn tanggal merahnya banyak aja. Nyambung sama weekend pula. Hidup rasanya sia-sia banget kalau tanggal merah tak dimanfaatkan dengan baik, apalagi kalau kerjanya di tempat yang agak susah buat ngajuin cuti. Ngeliat tanggal merah udah kayak ngeliat Ariel Tatum. Lucu bangeeet.
Eh gimana...

Iya, jadi, seorang teman ngajakin ikut Open Trip di hari kartini ke Pahawang dan Kiluan. Dan akhirnya saya ikutan aja karena memang lagi gak ada agenda apa-apa juga [setelah bayar DP baru ingat kalau ada reuni MTSN 3 Jakarta]. Dari dulu sebenarnya saya udah banyak dengar testimoni dari teman-teman yang udah pernah ke sana kalau Pahawang itu bagus banget, lalu disambung ke Kiluan untuk melihat lumba-lumba jumpalitan. Cuma belum kesampaian aja.

Open Trip kali ini saya harus akui jauh lebih okeh dari sebelumnya. Sila cek web mypermatawisata.com. Ada banyak jadwal Open Trip lainnya juga. Highly Recommended.

Berangkat dari Terminal Kampung Rambutan, kita sampai sekitar pukul 12 malam di Pelabuhan Merak. Lanjut naik kapal Ferry menuju Pelabuhan Bakauheni. Anyways, ini adalah pengalaman pertama saya naik kapal Ferry. Ketika berangkat, kapal ferry yang saya tumpangi lumayan jelek dan kotor, tapi ketika perjalanan pulang, Alhamdulillah saya dapat kapal yang bagus, bersih, dan wangi. Menurut teman saya yang pernah beberapa kali bolak-balik naik kapal memang kalau naik kapal ferry itu untung-untungan, kalau lagi beruntung ya dapat kapal yang bagus. Tapi kalau lagi apes, bisa dapat kapal butut yang ruangan eksekutif kena biaya tambahan 10 ribu tapi gak ada bedanya sama yang kelas ekonomi. Saking bututnya, buat foto-fotoin kapalnya aja males. Beda halnya sama kapal pulang yang saya tumpangi; di dalamnya ada ruang theater yang dilengkapi tempat duduk mewah dan hanya bayar 5000 rupiah. Saat itu film yang diputarkan adalah film Jason Bourne yang juga bisa kita tonton di dek lain karena ada LCD monitor di setiap dek. Saya dan kawan-kawan lain yang sudah saling kenal memilih duduk di dek paling bawah yang gak kalah okenya, gratis pula. Lebih memilih tidur ketimbang nonton film. Kecapekan.



Sesampainya di Pelabuhan Bakauheni, kita langsung diangkut ke mobil menuju desa ketapang, tempat pemberangkatan untuk snorkling. Seperti yang saya bilang di awal, topografi Lampung ini bagus banget. Sepanjang perjalanan kita disuguhkan lembah dan bukit berbatu, sesekali terlihat lautan di sebelah kiri jalan. Sayang sekali akses jalannya [yang juga berbatu] bikin saya sakit pinggang.




Jadi, agenda di hari pertama, kita menghabiskan waktu dengan...  snorkling.

Setelah itu kita lanjut untuk...  snorkling lagi.

Dan pada akhirnya kita...   snorkling lagi.

Iya, 3 spot untuk snorkling dihabiskan dalam waktu sehari. Di tempat snorkling yang terakhir saya sempat dengar ada yang nyeletuk,

“Anjiirrr bosen bat gw snorkling.”

Wkwk

Tempat pertama snorkling namanya Kelagian, kita semua memang masih sangat bersemangat. Karangnya bagus, banyak ikan nemo juga. Tempat kedua yaitu Pahawang Kecil, kita mulai lemas. Lalu tempat ketiga di Tanjung Putus, kita sudah tak berdaya, banyak yang kram, kulit mulai terbakar, perut mulai lapar, lalu kita semua mulai emosi kapan kita dikasih nasi bungkus.






Selesai makan siang di Tanjung Putus, kita bergerak menuju ke Homestay di wilayah Kiluan. Dari Tanjung Putus, membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai ke sana.

Apa yang saya rasakan ketika dalam perjalanan? Sakit pinggang lagi. Ditambah kepala pusing. Bukaaan, bukan karena faktor usia. Karena saya duduk paling belakang di mobil. So... You know how it feels, right? Ternyata benar apa yang dikatakan abang-abang penjaga tempat pemandian umum di Tanjung Putus,

“Nanti Rombongan Mas nginepnya di Kiloan ya? Wah jalannya masih jelek banget.”

“Kiluan, bang.”

“Iyaa... Kiloan.”

“Baiklah.”

Namun jalan jelek itu semua terbayarkan oleh kilaunya kiluan. Menurut saya kiluan diambil dari kata kilau yang menurut KBBI berarti bersinar atau gemerlap. Ya, indahnya Teluk Kiluan benar-benar berkilau. Bersinar bagai mutiara. #apasih #sotoy

Teluk kiluan merupakan sebuah teluk yang diapit oleh lembah-lembah dan bukit yang tinggi menjulang. Pasir yang putih. Pepohonan yang rindang. Serta ombak samudra yang lamat-lamat mengalir perlahan. Menjadikannya air tenang yang begitu menentramkan hati. Sungguh obat move on yang paling mujarab. Serius.

Setibanya di homestay sekitar pukul 5 sore, tidak ada agenda apa-apa lagi dari Open Trip ini. Acara bebas. Terserah. Saya lebih memilih ngopi di warung sambil ngobrol bareng Pak Rusdi, yang punya homestay.

Homestay yang kita tempati harganya 300 ribu per kamar untuk satu malam. Satu ruangan bisa diisi sampai empat orang. Menurut saya sih lumayan mahal. Tapi liat dulu dong bos lokasinya, pemandangannya juga. Menurut saya sih worthed worth it sekali.

Menurut Pak Rusdi, dan ini sangat penting sekali supaya kamu tahu, di wilayah kiluan sana sangat sedikit warga asli lampung, kebanyakan merupakan pendatang yang sudah transmigrasi sejak puluhan tahun silam. Makanya jangan heran begitu memasuki wilayah pedesaan akan ada banyak anjing serta bangunan yang menyerupai Pura umat Hindu, karena di situ merupakan kampung Bali dan mereka baru saja merayakan hari raya nyepi beberapa waktu yang lalu. Ada juga kampung sunda, jawa, dll. Beliau sendiri orang Palembang. Jangan heran pula kalau di sana kita jarang mendengar bahasa Lampung asli karena kebanyakan warganya menggunakan bahasa indonesia serta campuran bahasa sunda dan jawa. Sedikit sekali penutur asli bahasa Lampung.





Hari terakhir diagendakan untuk melihat lumba-lumba nganter anak sekolah, lalu dilanjut treking ke Laguna Gayau.

Pukul 6 pagi kita sudah take off menuju ke tengah laut menggunakan perahu yang hanya muat untuk 3 orang.


Singkat cerita, saya dan kedua orang teman perempuan saya berhasil melihat lumba-lumba jumpalitan, namun hanya sebentar saja karena mereka mabuk laut. Sebagai lelaki jantan, saya mengalah dan ikut pulang meskipun belum puas. Ya iyalah masa mau ditinggal di tengah laut. I wish i could say, “Iya duluan deh, nanti gue nyusul.”

Ketika otewe pulang, driver perahu berteriak, “Bang, mau mampir ke Pulau Kelapa gak?” dengan logat sundanya yang masih kental.

“Lah emang agenda kita ke situ, baaangg. Kuylah. Ngops dulu kitaaa.”

Dikarenakan kita kapal pertama yang pulang duluan, dan tiba di Pulau Kelapa lebih awal, suasana pulau masih sepi, jadi berasa rumah sendiri. Etapi rumah saya gak kayak gitu juga sih.

Pemandangan di Pulau Kelapa ini luar biasa indahnya. Pulau yang dikelilingi lembah-lembah dan batu karang. Nyiur yang melambai. Di sisi pulau ombak begitu kencang, namun di sisi lainnya begitu mendamaikan. Rayuan pulau kelapa, layaknya lagu Ismail Marzuki.




Saya tidak jago dalam hal fotografi, semoga beberapa foto yang saya ambil mampu menggambarkan bagaimana indahnya Pulau Pahawang, Teluk Kiluan, Pulau Kelapa, Lampung, Indonesia.


Ah, Aku padamu. 

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.