Sad People Will Try to Put You Down

By February 02, 2017 , ,

Ketika memasuki dunia kerja, semua hal bisa saja terjadi. Tak peduli sepintar dan semoncer apapun otak kamu, bukan hal tersebut yang akan menentukan lancar tidaknya pekerjaan yang kamu geluti --- setidaknya dengan sesama kolega. Faktanya bahwa konflik pasti terjadi antar sesama karyawan. Saya pernah menulis tentang rasa penasaran saya mengenai kawan-kawan saya yang dulu sering juara kelas atau menang perlombaan antar sekolah. Kira-kira, bagaimana nasib mereka sekarang? Bagaimana karir mereka sekarang? Ah, penasaran sekali.

Ada banyak hal yang akan membuat semuanya berbeda --- dan tidak akan mudah; attitude, kepribadian, komunikasi, penyampaian jokes [becanda], memperlakukan kolega yang umurnya jauh di atas kita, menanggapi suatu masalah [conflict resolution], problem solving, mengerjakan tugas secara tim, memberi gagasan, berpendapat, meng-counter argument yang tidak dapat kita terima, dsb. It really is a total package. Ribet kan? Yang berperan di situ adalah soft skill. Sesuatu yang harus dilakukan, juga tentang bagaimana kamu melakukannya, bukan cuma dikatakan saja. Kamu tidak akan menemukan hal-hal tersebut di pelajaran sekolah maupun di kampus. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal tersebut jauh lebih penting ketimbang bagaimana mengukur tinggi tiang bendera dengan menggunakan rumus Trigonometri, atau mengerjakan soal persamaan kuadrat yang sampai sekarang saya ora ngerti fungsinya untuk apa selain sering keluar di soal tes CPNS atau tes akademik lainnya [cieee anak IPA].

Makanya, mungkin menurut saya, kurikulum pendidikan sudah seharusnya juga memikirkan area soft skill. Jadi selain otak, wilayah untuk pengembangan diri juga tersedia. Yah paling enggak, sering diadakan pelatihan-pelatihan mengenai soft skill gitu lah, atau masuk ke dalam ekstrakulikuler sekolah. Karena soft skill itu juga bisa dipelajari. Sebenarnya semua hal bisa dipelajari sih.

Akan ada banyak situasi yang akan terjadi dalam dunia kerja, dan percayalah, bisa jadi lebih kejam daripada kehidupan di hutan belantara yang hanya mempunyai alasan untuk mencari makan agar tetap bertahan hidup. Ini di kota, tempat yang lebih beradab, tidak perlu saling ‘memangsa’ antara sesama karena alasan kamu tidak setuju dengan si anu. Tidak perlu menjatuhkan si itu karena kamu merasa benar dengan semua argumenmu. Come on, man! If you have a problem, let’s just sit and talk about it. You don’t have to stab your back’s colleague. Ya karena kamu tidak sedang berada di hutan, maka tidak perlu melakukan hal itu agar tetap bertahan hidup. Mungkin mainnya kurang jauh, pulangnya kurang malam, jadinya gampang baper, sensi, dan emosi. Jadinya seperti orang yang kurang bahagia. I’ve been in that kinda situation before. Being stabbed, just because we had a different argument and ended up with a debate. And we never talked since then. The first thing to know is that a happy, confident  person doesn’t put others down. They might provide constructive criticism but they won’t put others down. This happens because they need to make themselves feel like they’re in control or more powerful or to cover up their insecurities. So, allow me to tell you how to deal with it; Santai aja, masberooo.

Membicarakan masalah kebahagiaan, saya jadi teringat film animasi Trolls. Iya film kartun, yang biasanya plotnya ringan dan penuh dengan imajinasi-imajinasi kebahagian itu. Kalau lagi malas nonton film yang berat-berat, biasanya saya memang nonton yang kartun-kartun aja.
Branch and Princess Poppy from Trolls Republic
Diceritakan bahwa umat Troll selalu hidup bahagia dengan menari, menyanyi dan berpelukan sampai akhirnya mereka ditemukan oleh umat raksasa Bergen. Para Bergen tidak pernah merasa bahagia, dan satu-satunya cara bagi mereka untuk mendapatkan hal tersebut [menurut mereka] adalah dengan melakukan ritual memakan umat Troll. Mirip ya? Iya, mau bahagia aja sampe segitunya.
Raja Gristle Jatuh Cinta kepada Pembantu Kerajaan Bergen
Dalam kehidupan nyata juga ada yang begitu. Lihat bagaimana demi kepentingan kelompok, partai, golongan, atau dirinya sendiri, manusia bisa melakukan apa saja. Merasa dirinya yang paling benar, yang lain salah. Terlalu sibuk bermain dengan pikirannya sendiri mengkritik si anu, salahin si itu. Tanpa disadari bahwa mereka sebenarnya tidak melakukan apa-apa.

Di akhir cerita film Trolls, pada akhirnya Al-Amir dari kaum Bergen menyadari bahwa kebahagiaan didapat bukan dengan cara memakan umat Trolls, bukan dengan cara merugikan orang lain, tapi dengan cara jatuh cinta. Maka, jatuh cintalah. Because love is all you need, baby. Thus, will make your life a lot happier. Not with the hate speech we’ve seen lately. Errr… I wanna throw up.

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.