Listening is Caring

By January 09, 2015

Di kelas-kelas Listening yang biasa gue ajar, kadang gue bertanya ke mahasiswa, menurut kalian Listening penting tidak? Sebagian besar menjawab sangat penting, iya karena mereka lagi di kelas Listening Bahasa Inggris. Kalau dalam mata kuliah Listening saja kita harus benar-benar mendengarkan percakapan yang ada di audio agar dapat mengerti maksud yang disampaikan, apalagi Listening yang secara lexical artinya adalah ‘Mendengarkan’? Apakah kita semua sadar kalau nilai ‘Mendengarkan’ kita itu rendah sekali? Mungkin setara dengan bajigur anget. Sebenarnya ini ironis, karena sebagai manusia, kita itu ingin sekali didengarkan, tetapi kita ternyata belum terlalu pandai mendengarkan. Kita pikir kita sudah jago mendengarkan, tetapi sebenarnya tidak juga. Malah justru bangga kalau dibilang pinter ngomong. Nabi Muhammad pernah  ditanya mengenai apa yang dapat membuat manusia kelak masuk syurga atau neraka. Beliau menjawab, ada 2 hal yang paling banyak menyebabkan manusia masuk syurga maupun neraka kelak, yaitu dua lubang; mulut dan kemaluan. Nahloohhh... mau jadi orang yang pintar berbicara atau pintar mendengarkan? :p

Coba deh, lihat teman, saudara, atau sahabat. Kalau kamu beneran menghitung manusia yang benar-benar membuat kamu merasa didengarkan kalau lagi ngobrol dengan mereka, ada berapa sih? Kalau gue, paling cuma sebiji. Kalau kamu bijinya berapa? Eh, maksudnya temen kamu punya biji? Uhmmm...

Dari beberapa kawan yang gue miliki saja, cuma ada 1 yang menurut gue mendengarkannya itu jago banget. Sebenarnya sih dulu gue punya 2, dan salah satu orang yang paling jago mendengarkan itu adalah AM. Dan itu bikin gue mikir, gue jago mendengarkan juga gak ya? Apa justru gue ini pendengar yang buruk?

Lalu, coba tanya ke diri sendiri. Setiap kali gue ngobrol sama temen/saudara/sahabat, gue beneran ‘sadar’ untuk mendengarkan dan membuat dia merasa didengarkan gak ya? Itu yang gue tanyakan ke diri gue sendiri sih. Karena gue sangat menghargai mereka yang mendengarkan gue, membuat gue merasa terdukung, gue pingin bisa jago juga.

Mengapa mendengarkan ini penting?

Well, kalau kamu memang serius untuk memiliki relationship yang kuat dan membentuk rasa percaya, kuncinya memang di listening. Pada dasarnya kita akan lebih percaya sama orang-orang yang mendengarkan kita. Karena dari mendengarkan itu terlihat bahwa mereka tidak hanya peduli, tetapi juga tidak ada agenda di belakangnya. Karena gue pun merasakan, gue jadi semakin males cerita ataupun bergaul dengan orang-orang yang menurut gue kurang bisa mendengarkan. Terasa sangat Me-centric. Meski, jadi bikin ngaca juga. Apa gue seperti itu ya? Amit-amit deh. Seperti kata Marge Pierce,

“If you want to be listened to, you should put in time listening.”
 
Berdasarkan apa yang pernah gue alami... berikut ini beberapa contoh tipe-tipe yang bilangnya mendengarkan tetapi sebenarnya tidak. Gue urutkan berdasarkan tingkat ke-kampretan-nya ya.

5. Sambil mengerjakan yang lain.

Ketika kita lagi curhat, tapi teman kita malah main hape. Itu ngeselin binggo. Apalagi kalau sambil ngisep ganja. Beugh!

Iya, Mungkin kamu dengar sih semua yang orang lain katakan. Kamu bisa ingat setiap kata-kata yang mereka ucapkan. TAPI, itu bukan bukti bahwa kamu mendengarkan juga ketika… mereka ngomong, perhatian kita gak 100% ke orang tersebut. Memang ada perbedaan antara ‘mendengar’ dan ‘mendengarkan’. Mendengar itu hanya menggunakan telinga. Mendengarkan itu juga menggunakan hati.

Listening is about giving 100% attention. Not 90%. Not 70%.

4. Langsung menceritakan pengalaman yang mirip.

“Eh, kemarin gue seneng banget bisa ketemu sama si Anu. Dia... ...”
“Ohya? Eh gue kemarin juga seneng banget bisa ketemu si Itu di perempatan pasar minggu. Dia itu orangnya baik banget ternyata. Gak sadar, udah 4 jam aja kita ngobrol… di pinggir jalan, sampe gue males pulang… jadi pengen hidup di jalan sama doi.”

Kita suka gak sadar, ketika kita excited juga, ketika kita punya hal yang ingin kita share juga, ketika kita punya cerita yang kita rasa menarik juga… untuk mendengarkan terlebih dahulu. Mendengarkan itu adalah untuk lebih banyak memberikan pertanyaan dibandingkan memberikan pernyataan.

Listening is rather about asking questions than giving statements.

3. Langsung memberikan opini/nasehat sebelum diminta.

“Iya nih, bro. Gue sebenarnya lagi bingung harus putusin pacar matre gue itu apa enggak. Soalnya...”

Layaknya debat kandidat legisatif, ia langsung memotong pembicaraan begitu saja, “Kalo gue sih gue putusin aja lah. Ngapain pacaran sama cewek matre. Cewek matre mah ke laut aje. Eh tapi nanti ke lautnya minta anterin juga tuh pasti.”

“Lah. Emang nanya elu!”

Mendengarkan itu bukan tentang kamu, bukan tentang pendapat kamu atau apa yang baik buat kamu. Toh temanmu itu juga belum minta pendapat/nasehat kan? Dia baru mengutarakan perasaannya. Apa yang terjadi dengan empati? Kemana perginya ia?

Listening is about emptying our minds from judgments, opinions and advises and focusing on the other persons.
 
2. Tidak berempati.

Jadi, kalau temanmu sedang mengutarakan situasi/perasaannya seperti contoh di atas, mari kita coba melatih reaksi kita itu dengan empati atau support, seperti…

“Gue gak bisa bayangin, keputusan kayak gitu emang gak gampang sih. Ada yang bisa gue bantu?”

atau…

“Duh, kalo gue ada di posisi lo mungkin gue akan lebih bingung lagi. Yang gue tau elo selama ini kuat dan bisa mengatasi masalah tanpa masalah. Anyways, you’re not alone, mate. I got you back.”
 

1. Malah ikutan curhat.

“Asli, gue capek banget hari ini.”
“Iya sama, gue juga capek banget. Abis nganterin cewek matre gue ke laut. Udah gitu minta lautnya ke laut Raja Ampat lagi... ... ...”

Selesai. Kita lupa untuk memahami kenapa teman kita itu capek. Yah mungkin karena kita capek juga ya. Jadi kita hilang kesempatan untuk mendengarkan orang lain.

Listening is about the willingness to understand something, or someone.
Listening is about remembering the little things. Listening is about caring.


[Diolah dari berbagai sumber]

You Might Also Like

0 comments

Kindly give me your thoughts. Thank you.