Satu Hati, Satu Frekuensi
By Sayyidskiy May 14, 2019 RomantisTerkadang saya suka memikirkan ungkapan ini; jangan terlalu pemilih. Bahwa saya seharusnya lebih fleksibel dalam mencari pasangan. Hal-hal ...
Terkadang
saya suka memikirkan ungkapan ini; jangan terlalu pemilih. Bahwa
saya seharusnya lebih fleksibel dalam mencari pasangan. Hal-hal receh seperti
mengganti kata ‘kamu’ menjadi ‘u’, gue menjadi 'w', atau seperti ‘wkwkwk’ untuk mengindikasikan
tertawa. Atau bisa juga dari update-update yang ia lakukan baik itu di Instagram Story atau status Whatsapp yang terlihat humblebrag,
gonta-ganti Profile Picture berdasarkan kondisi mood yang biasanya kalau lagi galau fotonya
mendadak hilang. Bagi sebagian orang mungkin hal tersebut bukan menjadi faktor
pembatal minat untuk melangkah lebih jauh lagi. Dan bahwa hal-hal tersebut
tidaklah krusial dan masih dapat ditolerir.
Saya
tidak mengatakan yang demikian itu salah. Sama sekali tidak. Untuk beberapa
orang hal-hal tersebut bahkan tidak masuk ke dalam kategori yang harus dicermati.
Atau mereka bisa menepisnya begitu saja dan terus melanjutkan hubungan mereka
lalu mereka menjadi pasangan yang berbahagia untuk selamanya. Bisa jadi sifat
sensitif ke detail seperti ini sesederhana karena latar pendidikan saya adalah
sastra, dan pekerjaan saya di dunia pendidikan sehingga terlalu mudah untuk
menganalisa hal-hal detail nan receh seperti itu.
Saya
tidak mencari orang yang---secara sifat maupun hobi---sama dengan saya. Tidak. Saya yang suka sekali dengan olahraga renang, lari, futsal, badminton, sepakbola, perahu naga, lempar lembing, dan tolak peluru, tidak masalah kalau pasangan saya termasuk
tipe yang baru jalan satu kilo sudah mengeluh dan lebih memilih untuk ber
me-time saja di kamar.
Saya
pecandu kopi namun tidak akan menilai ia yang tidak suka minuman itu sebagai
makhluk yang lebih inferior dari saya. Tidak. Saya yang juga hobi nonton film
ber-genre science-fiction atau yang bertemakan bencana alam juga tidak akan
memaksa ia untuk ikut serta bareng-bareng nonton film jenis tersebut kalau ia nyatanya
lebih suka film horor. Saya paham bahwa kesukaan orang itu berbeda-beda dan
memang bukan kesamaan macam itu yang saya cari.
Yang
saya cari adalah... kesamaan frekuensi.
Saya percaya bahwa setiap manusia memiliki gelombang frekuensi yang berbeda-beda dan hal-hal kecil macam itu sebenarnya adalah gelombang-gelombang yang menentukan lemah-kuatnya suatu frekuensi. Bagi saya, yang demikian justru yang akan menentukan apakah saya dan dia berada pada gelombang frekuensi yang sama atau tidak. Lemah atau kuat. Apakah kami memiliki konsep kebahagiaan yang sama atau tidak. Satu visi atau tidak.
Saya
juga paham bahwa ada beberapa hal yang menurut orang lain itu tidak penting dan
remeh tapi buat saya yang demikian itu bisa saja menjadi filter awal dalam
memilih pasangan untuk membangun hubungan harmonis.
Selera
musik. Selera film. Selera pakaian. Cara merespon pesan. Cara menjawab telepon.
Cara berbicara ke mbak-mbak restoran. Pemilihan kata lisan maupun tulisan.
Pandangan tentang agama. Pandangan tentang berjuang bersama. Pandangan tentang
hanya ingin mengobrol singkat lewat telepon di sela-sela kesibukan.
Pada umumnya lelaki cenderung lebih menggunakan logika dalam membuat suatu keputusan. Termasuk masalah hati. Jadi ya harap maklum kalau pria dewasa tidak suka dengan sesuatu yang ribet. Anti drama-drama club gitu deh.
Suatu ketika ada wanita yang berkomentar begini ke saya “Kalau emang suka, buktiin dong!”
Lah...
Gini ya... Wanita dewasa yang berkualitas tidak akan banyak gaya, karena tahu dirinya sudah sangat bernilai tanpa perlu bersikap demikian. Pancingan ABG macam itu tidak akan membuat seorang pria dewasa tertantang atau tertarik sama sekali, justru ia akan menarik dirinya kembali. Maka jangan heran ketika dalam masa PDKT pria suka tiba-tiba menghilang. Kenapa? Bisa jadi mereka merasa lelah meladeni keribetan-keribetan yang dibuat oleh si wanita. Apakah berarti ia tidak mau memperjuangkannya? Tidak. Dia mundur karena sadar dirinya terlalu berharga untuk meladeni permainan yang tidak kunjung Game Over. Apakah berarti pria yang sebagai pelaku PHP? Ya tidak juga. Dia tidak pernah memberi harapan apapun, dan kalaupun pernah maka dia menariknya kembali karena si wanita tidak menghargainya.
Karena sesungguhnya hanya ada dua jenis pria yang bersedia meladeni keribetan macam itu: Pria yang sudah lama sekali menjomblo yang rela berjuang keras karena tidak ada pilihan lain dan pria playboy penjahat kelamin yang memang kecanduan tantangan supaya bisa wik wik wik.
*** *** ***
Pada umumnya lelaki cenderung lebih menggunakan logika dalam membuat suatu keputusan. Termasuk masalah hati. Jadi ya harap maklum kalau pria dewasa tidak suka dengan sesuatu yang ribet. Anti drama-drama club gitu deh.
Suatu ketika ada wanita yang berkomentar begini ke saya “Kalau emang suka, buktiin dong!”
Lah...
Gini ya... Wanita dewasa yang berkualitas tidak akan banyak gaya, karena tahu dirinya sudah sangat bernilai tanpa perlu bersikap demikian. Pancingan ABG macam itu tidak akan membuat seorang pria dewasa tertantang atau tertarik sama sekali, justru ia akan menarik dirinya kembali. Maka jangan heran ketika dalam masa PDKT pria suka tiba-tiba menghilang. Kenapa? Bisa jadi mereka merasa lelah meladeni keribetan-keribetan yang dibuat oleh si wanita. Apakah berarti ia tidak mau memperjuangkannya? Tidak. Dia mundur karena sadar dirinya terlalu berharga untuk meladeni permainan yang tidak kunjung Game Over. Apakah berarti pria yang sebagai pelaku PHP? Ya tidak juga. Dia tidak pernah memberi harapan apapun, dan kalaupun pernah maka dia menariknya kembali karena si wanita tidak menghargainya.
Karena sesungguhnya hanya ada dua jenis pria yang bersedia meladeni keribetan macam itu: Pria yang sudah lama sekali menjomblo yang rela berjuang keras karena tidak ada pilihan lain dan pria playboy penjahat kelamin yang memang kecanduan tantangan supaya bisa wik wik wik.
Hal-hal
seperti itu menurut saya menjadi indikasi penting apakah saya kompatibel dengan Operating System orang tersebut atau tidak, apakah saya bisa lebih bahagia menjalani kehidupan saya
dengan ia kelak. Bahwa benar adanya saya tidak peduli dengan perkataan orang
yang bilang ‘sudah semakin tua, sudah pantas menikah, lalu kapan?’
Bahwa mempunyai gelombang frekuensi yang sama adalah salah satu indikator dalam menjalani segala proses
pencarian ini, sampai nanti... menemukan seseorang yang tepat untuk dititipkan separuh hati.