Balada Hati
Ketika sekolah dulu, dalam
pelajaran Bahasa Indonesia, kita belajar mengenai majas atau gaya bahasa.
Secara garis besar, majas pada dasarnya terdiri atas majas perbandingan,
pertentangan, sindiran, dan penegasan. Agar penjabaran kali ini tidak melebar
ke mana-mana seperti perut kamu, saya membatasi persoalan kepada majas
perbandingan saja. Tapi sebenarnya saya tidak akan membicarakan tentang majas
juga sih. Hanya ingin mengutarakan sedikit apa yang ada di pikiran saya saat
ini. Berkaitan dengan dua kata yang memiliki perbandingan; Takut dan Cinta.
Pada dasarnya kita tidak
akan pernah mencintai orang yang kita takuti. Betul gak sih? Sekarang gini, apa
mungkin kamu bisa mencintai orang kalau ia merupakan orang yang kamu takuti?
Boro-boro, deketin aja ogah. Lain cerita kalau di FTV.
Lalu, apa mungkin kamu takut
ke orang yang kamu cintai? Kayaknya enggak deh, kalau sudah cinta, becanda kayak
gimana juga gak bakalan segan dan takut lagi. Malah cenderung berani, karena
cinta akan tumbuh jika telah terbiasa. Karena sudah cinta – dan biasanya diikuti
dengan berani. Makanya kadang suka kelewatan. Ada yang pernah dengar ungkapan
“Orang yang paling mampu menyakiti adalah orang yang paling kita sayangi,”?
Kalau belum, nih saya tulis; “Orang yang paling mampu menyakiti adalah orang
yang paling kita sayangi.”
... ...
Saya bukanlah seorang
ustadz, pemuka agama, apalagi habaib. Ngaji aja jarang. Makanya tulisan ini
dibuat bukan untuk menggurui ataupun mengajari. Kalau isinya kurang berbobot,
yaa mungkin setara udang rebon gitu, harap dimaklumi saja karena saya
hanyalah seorang lulusan madrasah bukan pesantren. Hanya sekedar ingin berbagi
sekaligus menyampaikan beberapa pemikiran yang selama ini terlintas namun belum
sempat ditanyakan kepada ahlinya. Jadi kalau ada yang tidak sependapat atau ada
yang ingin disampaikan secara personal, sila saja.
Dari ngaji yang jarang
inilah sering saya menemukan majas-majas atau figurative language yang biasa anak bahasa bahas di TA atau Skripsi
mereka. Mudah-mudahan ini bukan riya’. Sudah beberapa tahun ini, selain membaca
bahasa arabnya, saya juga selalu menyempatkan untuk membaca arti setelahnya
[lebih baik lagi sih kalau dikaji bersama ahlinya biar lo pada ngerti apa yang
lo baca]. Dengan memperhatikan arti-arti yang ada di dalamnya itulah, seringkali
saya menemukan sebuah pola yang tersaji [cailah]. Di sana terdapat janji-janji,
ancaman, peringatan, penciptaan, pengetahuan, norma-norma, dll. Sudah tahu yaa.
Ada banyak sekali hal yang mencakup seluruh hakikat kehidupan manusia.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, sebagai manusia, saya agak sulit untuk menyatukan rasa takut dan cinta. Saya rasa ini permasalahan kita semua di dunia ini. Setidaknya kepada sesama makhluk hidup. Saya takut kecoak. Sebenernya sih jijik. Gak akan mungkin saya cinta sama kecoak [yaaa ngapain juga cinta sama kecoak].
Kali ini berbeda, sodraku. Bukan
permasalahan cinta, hati, perasaan, atau apapun itu kepada sesama makhluk
hidup. Namun ini merupakan hubungan yang berhubungan langsung kepada sang
pencipta.
Habluu?
Minallah... Masya Allah!
Alhamdu? Lillah...
Takbir!!!
Alhamdu? Lillah...
Takbir!!!
Ada banyak privileges and advantages jika Sang Khalik telah mencintai kita. Kalau Allah telah mencintai seseorang, bahkan
sebelum orang tersebut meminta, segalanya sudah diberikan. Nahhh tugas kita
bagaimana caranya agar dicintai oleh-NYA.
Mengenai permasalahan rasa
takut yang kita punya kepada Tuhan, saya rasa justru perasaan ini
merupakan zona aman bagi kita supaya tidak macem-macem. Mau mencuri? Tahu kan ancamannya apa? Tidak sholat? Tidak bayar zakat? Melawan
orang tua? Menghardik anak yatim? Beugh! Kalau kita punya
rasa takut akan beberapa ancaman yang telah disampaikan oleh Allah, kita pasti
tidak akan melakukannya.
Wajar saja kalau takut, oleh karena beberapa sifatnya yang maha dahsyat dalam Asmaul Husna. Tapi
jangan lupa juga, karena di dalam situ juga ada sifat pemurah, pengasih,
penyayang, sekaligus pemaaf.
Everything
is in balance. Now have a look at these verses taken from the Qur’an.
Di sini kita dianjurkan untuk takut kepada-NYA |
Dari beberapa penggalan ayat-ayat di atas, terdapat kalimat-kalimat yang berupa ancaman maupun peringatan, bahkan kita dianjurkan untuk takut agar mendapatkan rahmat. Namun juga ada kalimat yang menunjukkan bagaimana penyayang serta pengasihnya sang pencipta dengan menjanjikan hal yang baik-baik bagi orang yang taat. Lihatlah bagaimana Dia menyajikannya dengan berbagai gaya bahasa yang sangat indah dan juga ... complicated.
Jadi, bagaimana kita seharusnya memperlakukan/bersikap kepada Allah? Dengan segala ancaman-ancaman yang ada di dalam Al-qur’an, dengan segala janji-janji jika kita mengingkari ketentuannya, dengan segala bukti-bukti azab yang terjadi pada umat sebelumnya, apakah kita harus takut?
Jadi, bagaimana kita seharusnya memperlakukan/bersikap kepada Allah? Dengan segala ancaman-ancaman yang ada di dalam Al-qur’an, dengan segala janji-janji jika kita mengingkari ketentuannya, dengan segala bukti-bukti azab yang terjadi pada umat sebelumnya, apakah kita harus takut?
Atau dengan janji-janji yang
ada bahwa kita akan dimasukkan ke dalam syurga yang di dalamnya ada bidadari-bidadari
cantik jelita apabila kita
mematuhi ketentuannya [bahkan di syurga pun lelaki dijanjikan wanita yak], segala bukti-bukti mukjizat yang tertera, dan dengan
berbagai macam perumpamaan-perumpaan yang tertata, sudah pasti kita mencintai
itu semua. Lalu pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita mampu menyeimbangkan
porsi antara takut dan cinta kepada Allah? Mana yang lebih baik?
Atau... mana yang lebih ‘aman’?
... ... .
Wallahu'alam...
0 comments
Kindly give me your thoughts. Thank you.