Sesuatu tentang Professor PSSI
Oke, cukup sudah!
Gue udah cukup panas melihat dan mengamati kondisi PSSI di era kepemimpinan Prof.Dr.Ir. DJOHAR ARIPIN. Gue udah gak tahan buat berkomentar tentang carut-marutnya liga Indonesia, nasib dualisme persija, dan klub-klub yang udah lama berkecimpung di liga tertinggi tanah air. Asli, miris banget.
Bagi sebagian orang yang mengikuti perkembangan sepak bola tanah air, mungkin sudah tau yang mana 'Angel' yang mana 'Devil', pasti udah bisa membedakannya kan?
Beberapa bulan yang lalu ketika liga tandingan (LPI -red) menyembul ke tanah, temen gue berkomentar 'Wah, mantep nih LPI, baru dibentuk tapi udah bebas dari APBD, bisa datengin Lee Hendrie pula.'
Gue yang pada saat itu memang kebetulan lagi ada di sebelahnya langsung menjawab 'Lo liat setahun lagi, liga sampah itu pasti ilang!'
Ternyata dugaan gue salah, baru setengah tahun liga itu berjalan ternyata sudah di bubarkan. Lebih cepat dari yang gue perkirakan.
'Nih liga, gak jelas juntrungannya, tiba-tiba nongol, bisa bilang mantep dari mana? Yang ada itu LPI bakal bikin ancur liga yang udah lama kita punya. Gue sih nganggepnya liga tarkam dengan biaya besar aja. Secara gak diakuin siapa-siapa juga.' Gue menambahkan, dia pun berlalu begitu saja.
Kekhawatiran gue tentang LPI yang bakal bikin liga 'asli' kita berantakan ternyata benar. Tumbangnya rezim Nurdin Halid yang dulu di bilang sebagai Mafia dan Perusak sepak bola Indonesia karena ke-tidak-becus-an mengelola PSSI, menjadi awal mula dari semua kerusakan saat ini.
Professor yang gue kira tadinya jenius dan bisa menata ulang kondisi sepak bola Indonesia ternyata jauh panggang dari api. Rezim baru ini ternyata tak ubahnya sekumpulan mafia-mafia yang bahkan tak mengerti sepak bola dan bagaimana mengelola lembaganya itu sendiri.
Dalam benak imajinasi masa kecil gue, seorang professor adalah orang yang amat cerdas, mampu membuat apa saja. Bahkan, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Namun saat ini, melihat contoh seorang professor layaknya boneka yang mampu dimainkan oleh 'tuan-nya', bentuk visual itu perlahan memudar.
Dalam benak imajinasi masa kecil gue, seorang professor adalah orang yang amat cerdas, mampu membuat apa saja. Bahkan, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Namun saat ini, melihat contoh seorang professor layaknya boneka yang mampu dimainkan oleh 'tuan-nya', bentuk visual itu perlahan memudar.
Pada awalnya gue bisa bernafas lega ketika LPI di bubarkan oleh Arifin Panigoro (sama pencetusnya sendiri). Paling tidak, tidak akan ada lagi 'tukang recok' di liga Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, seiring dengan deadline di tentukannya pembentukan 'Liga Tertinggi Resmi' di Indonesia. Maka nafas lega gue tadi pun berubah menjadi nafas emosi. Kenapa?
#jeng #jeng #jeng
Lalu saat ini muncul lagi kelompok yang dinamakan k-14 yang ingin menggelar kompetisi juga. Ada apa sebenarnya?Kelompok macam apa itu?Bagaimana legalisasinya?Apakah gue udah punya pacar?
isshh... Aku bingung, kakaaa! Aku bingung!
Oke, untuk penjelasan berikutnya akan dijelaskan oleh bung politikana.com
Silahkan, bung! :)
...
...
Pro kontra lahirnya dua (2) kubu yang siap menggelar
kompetisi dengan nama yang berbeda musim 2011-2012 ini adalah hal yang
sangat berbeda dengan dijaman 'kartel' Nurdin Halid saat ISL masih
digulirkan, kemudian ujug-ujug ada lembaga LPI (kompetisi yang cari
keringat doang) muncul ke permukaan.
0 comments
Kindly give me your thoughts. Thank you.