Mengkonsepkan Nasi Goreng
By Sayyidskiy October 31, 2015 analogi, NasihatHidup cuma sekali, tapi banyak orang yang hidup, yaaa hanya sekedar hidup. Tanpa perencanaan, tanpa pemikiran. Orang buat ngerjain tugas...
Hidup cuma sekali, tapi banyak orang yang hidup, yaaa hanya
sekedar hidup. Tanpa perencanaan, tanpa pemikiran. Orang buat ngerjain tugas
aja kadang bisa sampe begadang gak tidur, mikirin konsepnya bagaimana, apa yang
mau ditulis, apa yang mau dirangkai, masa buat hidup yang buat sepanjang usia
gak ada konsep dan pemikirannya sama sekali?
Pernah ngerasain makan nasi goreng yang rasanya tidak
terdeskripsikan oleh kata sifat apapun dalam KBBI? Nasinya berkilauan seperti
bintang-bintang di langit karena sistem perminyakan yang tidak terkalkulasi. Lalu
kamu merasa rugi mengeluarkan uang meskipun hanya 10.000 rupiah karena sekarang
perut kamu kenyang terisi oleh sesuatu yang tidak membuat kamu bahagia padahal kamu
bisa saja mengisinya dengan nasi kucing seharga 5.000 rupiah namun dengan
sistem pengerasaan yang lebih jelas.
Lebih dramanya lagi, ketika kamu sedang berusaha memproses
nasi goreng kamu yang tidak terdeskripsikan itu, datanglah sang penyanyi yang
tanpa berbekal malu menggetarkan pita suaranya dan membentuk sebuah lantunan
yang kemudian diakhiri dengan kamu harus mengeluarkan Pak Patimura lengkap
dengan kumis dan pedangnya. Nominal yang kecil pada kertas yang ringan, namun
terasa begitu berat dan berbobot ketika kamu harus kembali dari makan malam kamu
dalam kondisi terngiang-ngiang lantunan berlirik sakarepmu.
Sadar atau tidak, banyak orang yang menjalani hidupnya
dengan penuh kengasalan dan kenanaran. Dan ini terjadi tentunya dalam berbagai
aspek kehidupan. Contohnya yaa itu tadi, tukang nasi goreng, asal keliling,
asal mangkal, buka lapak, panasin minyak, goreng nasi, kasih garem sejumput,
mecin setoples, sama saos ubi pewarna segalon, udah, oseng-oseng-oseng, kasih
efek kecap seciprat, oseng-oseng-oseng, tuang, kasih acar secukupnya, sajikan. Masalah
rasa nomer 3, yang pertama syahadat, lalu yang penting dapet duit buat
ngelanjutin hidup. Selesai. Mission accomplished.
Now in case you don’t get my metaphor which I’m 93% sure
that 92% of you don’t, dalam menjalani hidup banyak orang yang menjalani
hidupnya yaa asal ngejalanin aja. Sekedar ngikutin template, step by step,
milestones to milestones until you find yourself dead. Lahir, menyusu, sekolah,
kuliah, kerja, menikah, punya anak, menua bersama, menikahkan anak, punya cucu,
die. The end.
"No concept, no calculations, not much to think about
except for how to get bills paid." Is that what life is? Well, sadly, for most people it is.
Coba seandainya si abang nasi goreng lebih konseptual dalam
berdagang, kalkulatif dan passionate dalam memasak nasi gorengnya, bukan hanya
ia lantas bisa menjualnya lebih mahal, tapi ia bisa merasa bahagia dengan
masakannya yang ajib, dan bisa membuat orang bahagia dengan memakan masakannya.
Pun begitu hidup, orang yang hidup dengan konsep, dengan perhitungan, strategi,
target, impian, dan passion, pasti bisa meraih lebih banyak dalam hidupnya.
Thus life, will have a meaning instead of a series of words from S, H, I, to T.
Nah, salah satu milestone, atau tahapan, atau pencapaian
dalam hidup adalah berkeluarga, dan memiliki anak adalah bagian dari antaranya.
Menurut saya, banyak banget orang di Indonesia, di negara kita ini yang
berkehendak memiliki anak tanpa memiliki kesiapan seutuhnya.
Mungkin ini semua karena adanya ungkapan “Banyak Anak
Banyak Rejeki”, negara kita lantas menjadi negara dengan salah satu penduduk terbanyak
sedunia. Tapi banyak di antaranya yang akhirnya harus hidup di jalanan, gak
terurus baik oleh orang tuanya yang ngadem syahdu di bawah pohon selagi anaknya
berpanas-panasan mengetuk jendela mobil atau mengelap motor sebelum menjulurkan
tangannya dengan wajah memelas, ataupun oleh negara yang dalam undang-undangnya
menyatakan akan memeliharanya. Memelihara. Negara macam apa yang menyebut
perlakuan kepada warga negaranya memelihara?
Negara
kita ini nyaman banget. Semua orang bodoh bisa hidup, gak ada seleksi alam.
Coba misalnya di Kanada, orang bodoh, yang kemudian tidak bisa apa-apa, hidup
gelandangan, pasti akan mati kedinginan ketika musim dingin tiba. Lah di sini? Semua
hidup!
Banyak anak putus sekolah, banyak kasus KDRT, kekerasan
terhadap anak, pedophilia, penculikan. Kenapa? Karena baik negara maupun orang
tua gagal melindungi anak-anak. Karena banyak orang yang sekedar ingin berbuat
sesuatu yang lantas mempertemukan sperma dan sel telur tanpa memikirkan
konsekuensinya.
Memiliki anak adalah tanggung jawab besar. Bukan hanya
harus dinafkahi secara materil, anak juga harus dinafkahi secara imateril.
Dididik, diberikan contoh, dan bukan hanya dikasih makan, lalu dibesarkan dan
apalagi dipelihara. Banyak anak orang kaya yang segala kebutuhan materilnya
tercukupi tapi jarang ketemu orang tuanya, sehari-harinya hanya dilayani oleh
pengasuh yang memang dibayar hanya untuk mengasuh dan bukan melindungi apalagi
mendidik. Akhirnya anak-anak ini tumbuh menjadi orang yang manja dan arogan
yang selalu menuntut kebutuhan untuk bisa terpenuhi.
Keberadaan orang tua di dalam rumah sangat penting, bukan
hanya untuk mendidik dan menjadi contoh, tapi juga melindungi anaknya dari
terkontaminasi pikirannya oleh serigala-serigala yang datang ke sekolah dengan
make-up tebal, alis hitam kelam, bibir merah merona dan bertarung di sore
harinya. Dari kekerasan verbal dan fisik yang diberikan oleh orang kaya kepada
orang miskin, dan dari tabrakan yang terjadi dalam gerak lambat yang berujung
pada amnesia. Atau jatuh dari tangga, berguling-guling dalam gerak lambat yang
berujung pada amnesia. Atau adegan bermain bola yang justru lebih banyak berantemnya dan saling tendang itu.
Sekali lagi, hidup ini cuma sekali. Jika hanya untuk
mengerjakan tugas saja konsep harus dipikirkan matang-matang, masa untuk hidup
ini go with the flow aja? Apa karena
terbiasa memikirkan konsep menjelang deadline, lantas hidup ini juga mau begitu?
Yaaa terserah.
Tapi, apa kamu tau kapan deadline kamu?