Asean Trip 2015: Jakarta-Kamboja
By Sayyidskiy May 31, 2015 Holiday“Apa? Kamboja? Emang ada apa di sana?” Iya… Begitulah kira-kira jawaban dari teman-teman yang gue ajak untuk ikutan Asean trip kali i...
“Apa? Kamboja? Emang ada apa
di sana?”
Iya… Begitulah kira-kira
jawaban dari teman-teman yang gue ajak untuk ikutan Asean trip kali ini. Mungkin
Thailand, Singapura, maupun Malaysia udah pada tau kali ya tourist attraction di sana. Lah Kamboja? Setelah beli tiket ke Kamboja gue baru nyadar lalu bergumam, "Di Kamboja ada apaan ya?"
Ini yang bikin belum banyak orang Indonesia yang berkunjung ke sana. Entah karena belum tau ada apa aja di sana, atau mungkin malah belum pada tau, selain bunga, ada negara yang namanya Kamboja. Mungkin juga pada mikir, "Buat apa ke Kamboja, masih bagus Indonesia kok."
Betul banget. Indonesia memang lebih bagus... dalam beberapa hal. Tapi, buat apa bagus kalau gak makmur?
Ini yang bikin belum banyak orang Indonesia yang berkunjung ke sana. Entah karena belum tau ada apa aja di sana, atau mungkin malah belum pada tau, selain bunga, ada negara yang namanya Kamboja. Mungkin juga pada mikir, "Buat apa ke Kamboja, masih bagus Indonesia kok."
Betul banget. Indonesia memang lebih bagus... dalam beberapa hal. Tapi, buat apa bagus kalau gak makmur?
Awal gue tau tentang Asean
trip ini bermula dari thread ajakan jalan di Kaskus (lagi) oleh Mamah Yuda. 6 days for 4 countries are gonna seem so much fun yet exhausting, though. The hell with it. I'm in!
Ohya, kenapa Yuda disebut mamah, karena skill tawar-menawarnya setara dengan mamah-mamah yang suka belanja di pasar. Sadis lah pokoknya. Gue kira gak ada yang lebih sadis dari nyokap gue pas nawar harga.
Jadi waktu itu gue dapat tiket Airasia KL-Siem Reap di harga 700 ribuan. Yuda ternyata dapat di harga 200 ribu. Gue heran dong. Gak adil ini namanya. Gue tanya "Yud, kok bisa sih dapet di harga segitu? Emang belinya dari kapan?"
Ohya, kenapa Yuda disebut mamah, karena skill tawar-menawarnya setara dengan mamah-mamah yang suka belanja di pasar. Sadis lah pokoknya. Gue kira gak ada yang lebih sadis dari nyokap gue pas nawar harga.
Jadi waktu itu gue dapat tiket Airasia KL-Siem Reap di harga 700 ribuan. Yuda ternyata dapat di harga 200 ribu. Gue heran dong. Gak adil ini namanya. Gue tanya "Yud, kok bisa sih dapet di harga segitu? Emang belinya dari kapan?"
"Emang lo dapet di harga berapa, id?" Tanya Yuda dengan wajah sumringah.
"Gue 700 ribuan, bro."
"Lah, emang gak lo tawar?"
... ...
Ada 9 orang yang
turut serta meramaikan trip kali ini; Gue, Yuda, Alan, Alfred, Om Zico, Firman,
Taufik, Ida, dan Mauline. Nanti di Singapura ada lagi tambahan 1 orang, di
Malaysia juga nambah 1.
Sebenarnya rutenya ada yang berbeda; Gue, Alfred, Firman, dan Taufik discovering 4 negara, sementara sisanya 3 negara. Setelah dari Bangkok, ada yang ke Hat Yai, ada juga yang ke Pattaya. Lalu nanti bertemu lagi di Kuala Lumpur.
Sebenarnya rutenya ada yang berbeda; Gue, Alfred, Firman, dan Taufik discovering 4 negara, sementara sisanya 3 negara. Setelah dari Bangkok, ada yang ke Hat Yai, ada juga yang ke Pattaya. Lalu nanti bertemu lagi di Kuala Lumpur.
Hari Selasa, 12 Mei 2015,
kita semua bertemu di bandara Soekarno-Hatta untuk selanjutnya transit di KL
lalu menuju ke Siem Reap, Kamboja, esok paginya.
Target utama adalah Angkor Wat beserta teman-temannya. Sebenarnya candi-candi di sana gak jauh beda sama candi-candi hindu yang
ada di Indonesia. Temen-temen gue aja pada gak percaya kalau gue foto di Angkor Wat. Malah dibilang lagi di
Prambanan. Sedih, belum pernah ke sana.
Kesan pertama masuk Negara ini adalah… PANAS, TJOY!
36 derajat. Shalat berjamaah aja cuma 27 derajat. |
Jadi gue saranin nih,
besok-besok kalau ada yang mau ke sana jangan lupa bawa sunblock, payung, kipas
angin, AC, kacamata, kulkas, atau kalau perlu gak usah ke sana sekalian aja lah
daripada kulit jadi hitam. Kecuali… kamu ingin merasakan kultur budaya, mengetahui sejarah, bahasa,
makanan, ambience, dan kebiasaan
orang-orang Kamboja. Kalau masalah destinasi wisata di Kamboja, ya cuma itu aja
mungkin yang paling banyak dikunjungi. Sampe-sampe Angkor Wat ini dijadikan
lambang Negara juga kan.
Kesan kedua, Beers and porks everywhere. Gak kaget sih, karena sebelum ke sana gue udah banyak baca tentang negara ini. Jadi udah siapin mental untuk makan makanan yang mengandung babi dari jauh-jauh hari lah. Beers? No, thanks.
Nah ini mamah Yuda neh |
Mungkin ini yang membuat banyak wisatawan asing suka kongkow-kongkow di Siem Reap. Bir dijual bebas dan mungkin harganya murah. Malah kalau lihat billboard yang ada di pinggir jalan gitu hampir semuanya iklan bir, kalau di Indonesia ini kan kebanyakan rokok ya.
Sebetulnya lumayan kaget juga ketika di sana ternyata ada banyak bener bule, secara jauh banget dari ibukota, kirain Siem Reap ini bakal kayak kota mati yang sepi dan angker. Tapi malah berasa kayak di Bali (Padahal belom pernah ke Bali).
Dikarenakan komplek Angkor
ini gede abis. Kita memutuskan menyewa travel untuk keliling Angkor plus tour
guide-nya juga biar ngerti sejarah Negara Kamboja ini ceritanya. Si driver udah sedari airport jemput kita. Namanya That Raby. Dipanggilnya That. Cara pronounce namanya harus ada hentakan udara yang keluar dari mulut gitu. That! That! That! Ayo coba sekali lagi... That! That!
Lho, guys? Mau ke mana, guys? Ini ceritanya masih panjang. Guys? Guys?
Orangnya baik kok. Responsif kayak Yamaha. Waktu AC mobil rusak, terus gue tanya kenapa AC-nya mati, doi langsung mampir ke bengkel mobil buat benerin AC-nya. Katanya "Sorry... sorry... the Air-con was good yesterday. But I don't know if it's broken now. Wait. 10 minutes okay. I will fix it."
Nih kalau ada yang minat pakek doi...
Maksudnya jasanya doi nanti kalau ke sana.
Lho, guys? Mau ke mana, guys? Ini ceritanya masih panjang. Guys? Guys?
Orangnya baik kok. Responsif kayak Yamaha. Waktu AC mobil rusak, terus gue tanya kenapa AC-nya mati, doi langsung mampir ke bengkel mobil buat benerin AC-nya. Katanya "Sorry... sorry... the Air-con was good yesterday. But I don't know if it's broken now. Wait. 10 minutes okay. I will fix it."
Nih kalau ada yang minat pakek doi...
Maksudnya jasanya doi nanti kalau ke sana.
Gue lupa nama guide-nya, agak susah diinget. Udah berapa kali nanya namanya, tetep aja lupa. Ya udah gue panggilnya mister mister aja.
Destinasi pertama kita adalah tentunya The famous Angkor Wat. Tiket masuk ke semua ‘wahana’ adalah 20 US dollar untuk satu hari.
Iya, di sana mata uangnya pakai dollar Amerika. Keren ya? Dan semprul, semua-semuanya
jadi mahal karena rupiah lagi di angka 13.000++ saat itu. Sebenarnya Kamboja
punya mata uang sendiri yaitu Riel. Tapi warga sana lebih suka menggunakan USD
dalam transaksi jual belinya dan hanya menjadikan Riel sebagai uang kembalian. Hal tersebut dikarenakan Dollar di sana gak ada pecahan sen, yang paling kecil itu satu dollar.
Jadi kalau misalnya kamu makan nasi goreng yang gak pake babi seharga USD 3.5
lalu kamu bayar dengan pecahan USD 5, maka kamu akan mendapatkan kembalian USD 1 dan 2000
Riel. Jadi kalau dikira-kira 1000 riel itu sama dengan 25 sen. Kira-kira loh ya.
Sebelum masuk Angkor Wat, si tour guide mengarahkan kita ke restoran rekomendasi beliau yang berada di dekat pintu masuk.
Babi semua!!! |
Ah, sudahlah, Allahuma bariklana aja.
Selesai makan siang... Kita baca do'a setelah makan, lalu masuk ke Angkor Wat.
Tinggal tunjukkin kartu masuk yang udah kita beli. Ohya, di tiketnya ada foto kita juga yang diambil pas lagi beli tiket. Nice.
Some said this is superb spot for sunrise-ing |
|
Di dalam, ada beberapa biksu yang lagi duduk-duduk. Kalau anak SMA yang lagi duduk-duduk berarti lagi di sevel. |
Sumpah ini bukan di Prambanan |
Sebenarnya
sejarah Angkor Wat, Kerajaan Khmer, dan asal usul nama Siem Reap ini menarik
banget. Awal pendirian kerajaan Angkor dimulai pada masa Jayavarman II.
Nah... sebenarnya raja ini ada hubungannya dengan kerajaan di Indonesia karena
Jayavarman II pernah menimba ilmu dari Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa. Dia
terpesona dengan kemakmuran pada zaman Syailendra pada waktu itu (Kerajaan
Kalingga-Mataram-Sriwijaya). Sehingga dia terinspirasi untuk membangun dinasti kerajaan
yang serupa di daerah Kamboja. Sebenarnya bukti sejarah pada saat itu agak
rancu. Wajar lah ya soalnya sumber sejarah macam ini taunya dari prasasti-prasasti kuno bukan dari wikipedia. Gue kalau hidup di zaman dulu juga bakal nulis prasasti kali bukan nulis blog. Heuheue
Ada yang bilang kalau raja keturunan wangsa Syailendra berasal dari Funan-Kamboja yang mengungsi karena kekacauan di negaranya. Artinya bangsa Indonesia masih memiliki silsilah dengan penduduk Kamboja. Namun ada juga yang menyebutkan kalau wangsa Syailendra sudah ada turun-temurun dan bermukim di daerah Sumatra sejak zaman lampau.
Lalu, bagaimana Jayavarman II bisa sampai ke pulau Jawa dan kembali lagi ke Kamboja?
Kemungkinan yang paling besar adalah kerajaan Mataram yang dimotori oleh Raja
Dharanindra menaklukan daerah Chen La (Kamboja).
Jayavarman II sebagai keturunan raja ikut dibawa ke Pulau Jawa, yang mana pada saat itu
Jawa Tengah merupakan pusat pemerintahan. Seperti yang kita lihat sampai saat ini, bukti keemasan
era zaman itu adalah Candi Borobudur. Jayavarman besar di era kerajaan Mataram
yang juga berhasil menguasai Sriwijaya.
Singkatnya, Jayavarman II balik ke Kamboja lalu memproklamirkan diri sebagai sosok raja tunggal pengganti Jayavarman I. Doi menerapkan apa yang udah dipelajari dari pulau Jawa: politik, seni, agama, dan arsitektur. Jadi kita boleh sedikit bangga karena bangsa lain menimba ilmu dari bangsa kita (lalu sukses) dan sedikit banyak bisa mengklaim bahwa pembangunan Angkor Wat terinspirasi dari Borobudur. Well, gitu deh.
Kalau penasaran, coba aja cari referensi-referensi dari buku atau internet. Gue sendiri kebetulan belum lama beli buku bekas yang berjudul Nusantara: Sejarah Indonesia. Ternyata di buku itu juga ditulis mengenai asal usul kerajaan jawa dan bagaimana Avatar Aang bisa menguasai ke empat elemen. #lah
Selesai 'Ziarah' di Angkor Wat, kita keluar untuk kemudian menuju Candi Bayon.
Sepanjang jalan menuju ke sana, ada banyak spanduk membentang yang salah satunya bertulis “Long live, Korea Republic!”
Aneh abis. Kalau di Jakarta, spanduk yang besar-besar gitu paling spanduk-spanduk habib yang pengen ngadain tabligh akbar aja ya. Iya, sama spanduk jual rumah.
Ketika gue tanya Mr. tour guide, dia menjawab “Iya memang spanduk-spanduk semacam itu ada banyak sekali terbentang di wilayah Siem Reap ini. Salah satu bentuk terima kasih karena Korsel telah banyak membantu Negara kami dalam banyak hal terutama pembangunan infrastruktur. Sebenarnya untuk pembangunan infrastruktur, ada banyak Negara juga yang membantu kami seperti China, Prancis, India, dll.”
"I see..."
Dan memang di sepanjang jalan-jalan utama yang gue lalui, ada beberapa papan pemberitahuan tentang Negara yang membantu membangun jalan tersebut, sayang gue gak sempat foto. Seperti berikut ini, misalnya, bentuk kerja sama antara India-Kamboja untuk memugar Candi Ta Prohm. Duitnya dari mana cobak? Dari India. Heuheue