Mungkin ini bigot, tapi bukan abbot.
By Sayyidskiy January 20, 2012 analogi, randomMenulis cerita yang terlewat ketika sebuah idealisme tersayat oleh sebuah fanatisme dunia yang penat dan seolah sekarat menentang kuasanya...
Menulis cerita yang terlewat
ketika sebuah idealisme tersayat oleh sebuah fanatisme dunia yang penat dan
seolah sekarat menentang kuasanya. Sudah lama saya ingin berbagi referensi
musik dan menceritakannya ke dalam sebuah hamparan tulisan yang semoga bisa
mengubah dogma akan terkenal tidak akan membuat kamu keren. Adalah suatu hal
yang sangat manusiawi jika seorang manusia berpaling ke suatu hal yang tidak
logis, yang sudah muak akan apa yang muncul belakangan ini, kemudian mencari
cara bagaimana menjalani hidup agar tidak lagi basi, monoton, apatis, dan
skeptis. Bagaimana jika hanya ada aktivis? Ah, pasti jadi lebih dramatis.
Tentu bukan suatu kebetulan, atau
nasib baik, mungkin dicampur dengan animo perasaan jika pada sebelumnya kamu
berfikir untuk menjadi anggota boyband, lalu suatu saat kamu berubah fikiran
dan tertarik untuk ngeband.
Setelah kurang lebih 1,5 tahun
saya bekerja disuatu institusi yang tidak ingin disebutkan namanya, beragam
kenangan pun bermunculan seiring dengan munculnya musik-musik dengan sound aneh. Pekerjaan yang membuat saya
berfikir bahwa saya [memang] tidak bisa hidup terlepas dari musik, meskipun
kerjaan yang saya geluti termasuk dalam dunia pendidikan. Dope? I guess it is.
Layaknya seorang pesakitan yang
selalu membutuhkan insulin, musik juga bisa berperan sebagai pengganti insulin
bagi para pesakitan yang berandai-andai jika suara angin yang kita dengar
setiap hari bisa diganti dengan suara rintihan mogwai atau pink Floyd, dan mengganti
hiruk pikuk Jakarta dengan kebisingan The vaccines sehingga kita tidak lagi
memerlukan iPod. Kita memang tidak butuh iPod, terlebih jika di dalamnya hanya
ada pathetic-psychedelic songs in which so-called lagu menye-menye.
Saya tidak tau apa yang membuat
saya seperti itu. Iya, mungkin saya sudah ‘sakit’. Sakit akan bagaimana membuat
para mahasiswa merasa melek, rileks, dan sadar bahwa sex tidak bisa mengganti
gairah belajar. Merasa tertantang untuk memberi-dengarkan musik yang mereka
mungkin belum dengar, membuat saya bergairah. Tidak hanya tuntutan akan nilai,
nilai, dan nilai. Lebih dari itu, dunia membutuhkan sesuatu yang lebih rill dengan cara men-drill gairah yang ada pada diri
masing-masing. Kita hanya perlu mencari tau dan mencari cara bagaimana membuat
hidup kita selalu ‘horny’ setiap saat.
Menilik bagaimana orang-orang
kebanyakan menganut kalimat “Bermimpilah setinggi langit”, maka saya lebih suka
mengubahnya menjadi “Andai kita semua bermain dalam film Inception”. Manipulasi
tak hanya terjadi di dunia nyata, mimpi yang kita impikan pun seharusnya bisa
dimanipulasi sekalipun tanpa masturbasi dan kopulasi. Tak perlu bertanya
bagaimana Bottlesmoker bisa menginvasi Malaysia dan singapura hanya dengan musik
‘gratis’-nya. Tak juga perlu terlalu berat memikirkan bagaimana Goodnight
Electric dikenal di jerman. Musik apapun yang kamu buat, seaneh apapun itu,
pasti ada yang mendengarkan. Serendah apapun harga yang kita tawarkan akan
dinilai tinggi oleh “yang maha kuasa”. Tak hanya sekedar harga yang kita
tawarkan, namun seberapa besar value akan kualitas diri yang bisa kita buat
tanpa membuat pencitraan positif layaknya aparatur Negara. Sudah ada yang
menilai kita. Siapapun itu.
Mungkin terdengar agak sedikit overrate, tapi ini tidak manipulate. Mungkin ini bigot, tapi bukan abbot.